JURNAL SOREANG- Jagat Seni Rupa Nusantara kini tengah berduka. Sang Maestro Kertas, Guru Besar (Purnabakti) Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA, pada kamis dini hari 27 April 2023.
“Mulih ka jati Mulang ka asal dipundut ku Nu Kagungan”, di rumahnya Jalan Rebana No.10 Kompleks Turangga Kota Bandung.
Belakangan memang Almarhum sering keluar-masuk rumah sakit karena gangguan jantung dan juga rajin berobat ke alternatif di IRC Antapani.
Setiawan sempat merasa bugar kembali dan terus berkarya dan berkarya. Semangat bekeseniannya memang luar biasa. Mengalahkan seniman-seniman muda dan murid-muridnya. Hingga dalam keadaan sakit pun Sang Guru pun tetap melahirkan karya.
Seniman, budayawan ini memang konsisten dengan arah langkahnya, bertekad berkesenian selama hayat dikandung badan, dugi ka teu walakaya (sampai tidak berdaya), sesuai tulisan yang ada di kaos hitamnya yang kerap ia pakai, “Berkarya itu harus seperti Helaan Napas” - Berhenti Kalau Kita Mati!
Terbukti pada tanggal 15-19 Maret 2023, Setiawan memamerkan hampir seluruh karyanya di Exhibition Hall Gedung B Lantai 1 Universitas Kristen Maranatha, Jl. Surya Sumantri No.65 Bandung.
Pameran bertajuk “Nusantara, Tenis Meja, Kemanusiaan” ini didukung 61 karya para seniman dari 8 perguruan tinggi di Indonesia.
Saat itu Si Jenat di atas kursi rodanya, sempat melakukan happening art, perengkeljahe, seni rupa pertunjukan, bersama mahasiswa ISBI Bandung, dan terlihat semangat sekali.
Tapi usai acara, melihat kondisi fisiknya wartawan menunda mewawancarainya. Ternyata itulah pameran terakhirnya.
Setelah dibawa dari rumah duka di Jalan Rebana 10 Bandung, jenazah disemayamkan di Mesjid Salman dan melalui prosesi, dilepas Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Dr. Ir. Gusti Ayu Putri Saptawati S., M.Comm dari Aula Timur ITB.
Gusti Ayu mengatakan segenap civitas akademika berkabung atas wafatnya Prof. Setiawan Sabana dan sangat menghormati jasa-jasa dan pengabdian serta dharmabakti beliau kepada ITB, Negara dan bangsa.
“Sosok beliau selalu penuh hormat kepada siapa pun baik junior-seniornya dan juga beliau mampu menunjukkan sejumlah prestasi hingga akhir purnabaktinya yang dipersembahkan untuk rekan-rekan sesama seniman, masyarakat umum, bangsa dan Negara, “kata Gusti.
Atas nama pimpinan dan keluarga Besar ITB, Gusti Ayu juga menghaturkan duka cita yang mendalam kepada keluarga besar Prof. Setiawan Sabana.
“Semoga Allah SWT menerima amal ibadah dan mengampuni segala dosa-dosanya serta mendapat tempat terbaik dan mulia di sisi Alloh Swt. Dan bagi keluarga semoga mendapat ketabahan .Kami semua mendoakan, “ katanya penuh haru.
Baca Juga: Kang Wawan Pameran” Nusantara-Tenis Meja dan Kemanusiaan” di Maranatha, Berikut Pesannya
Demikian juga Prof. Wijaya Martokusumo-Sekretrasi Institut, ITB ( ahli bidang arsitektur konservasi dan warisan kota), secara khusus mengatakan rasa duka citanya yang mendalam kepada wartawan.
“Beliau ini salah satu Guru Besar Seni Rupa dan Mantan Dekan, kami sangat kehilangan dengan berpulangnya beliau. Kami mendoa’kan semoga Almarhum wafat dalam keadaan Husnul Khotimah. Diampuni dosa dan diterima amal ibadahnya. InsyaAlloh beliau mendapat tempat yang baik di sisiNya, “ ujarnya.
Kata Wijaya, Prof. Wawan terakhir berpameran di Maranatha. Beliau memang diakui dalam bidangnya dengan kertas sebagai medianya. Dia Salah satu putra terbaik, Maestro dari FSRD ITB yang sangat memiliki kualitas.
Wijaya memang sangat dekat dengan keluarga Prof. Wawan dan sering berkolaborasi dan berdiskusi tentang arsitek dan senirupa yang kurang mendapat porsi di tengah dominasi teknik science dengan putra beliau (Syarif Maulana/ Ade) yang juga musisi.
Sementara Ketua Dewan Kesenian Kota Bandung, Rahmat Zabaril yang juga hadir bersama istrinya Dr. Ika Ismurdiyahwati yang juga alumni FSRD ITB, mengatakan Almarhum Kang Wawan (sapaan akrabnya),selain akademisi beliau juga seniman yang sangat terbuka dengan siapa pun, bisa masuk ke lingkungan masyarakat luas.
Jadi Bagi kang Wawan ilmu itu tidak terbatas di menara gading (kampus) , tapi harus bisa memberikan pencerahan di komunitas-komunitas di luar dunia akademis.
Baca Juga: Ikut Peringati Satu Abad NU, Lesbumi PWNU Jabar Sukses Gelar Pameran Seni Rupa
“Kami mewakili para seniman di Bandung merasa kehilangan. Karena beliau selain sahabat bagi para seniman juga guru. Semoga beliau diterima Iman Islamnya ditempatkan sesuai cita-citanya Di atas kertas aku masuk surga, “ katanya haru.
Usai Almarhum dimakamkan di TPU Cibarunei Sarijadi Bandung, Dr. Tisna Sanjaya sambil terbata-bata mengatakan, “ Prof. Setiawan Sabana, Pa Pawan adalah guru saya, juga pembimbing saya waktu di S3 dan saya merasa tersanjung menjadi bagian dari proses kesenian dan bagian hidup dari Pa Wawan. Saya bisa jadi dosen Seni Rupa ITB, malah pertama kali dikirim ke luar negeri waktu mahasiswa dalam pameran seni rupa ASEAN(Asean Youth Painting Exibhition 83), jalannya dari Pa Wawan.”
Tisna pun mengaku banyak terinspirasi oleh karya-karya grapis Pa Wawan yang kelihatan mahiwal (lain dari yang lain, nyeleneh) tapi sangat dalam , inovatif, terobosan baru, membawa pesan gerakan kebudayaan.
Hingga beliau membuat tempat kebudayaan di rumahnya (Garasi Seni 10 yang ber -motto –kan “Dari Garasi untuk Negeri, Bumi dan Galaksi”) untuk berekspresi.
Jadi kata Tisna, sangat menarik juga dari Kang Wawan itu, orangnya luar biasa.Beliau itu dosen yang langka, selain dosen, guru, juga seniman. Jadi jarang orang di akademi kesenimanannya kuat, lalu punya pusat kebudayaan –Garasi Seni 10, terus juga reputasi akademinya tinggi –sebagai seorang professor. Itu langka mungkin hanya satu dua di Indonesia.
“Banyak kenangan dengan Pa Wawan dan tidak merasa ada yang negatif, setiap energinya selalu positif, setiap ketemu, setiap mengajar, ketika saya jadi asisten atau jadi apa saja. Jadi saya merasa kehilangan dan bukan saya aja, semua merasa kehilangan . Jadi abdi turut berduka cita, semoga Pa Wawan kini aya di Surga, “ pungkasnya.
Termasuk Wakil Rektor ISBI Bandung Dr. Supriatna yang ikut mengantar ke makam merasa kehilangan, “Bukan hanya kehilangan secara pribadi tapi secara ilmu seni rupa dan dunia seni rupa, beliau itu tokoh pembaharu seni rupa Kota Bandung, “ katanya sambil menunduk.
“Ya, Pa wawan itu sebagai tokoh seni rupa yang banyak muridnya, baik di S2 (Program Magister)dan S3 (Doktoral), karena beliau memberikan pengaruh yang besar untuk perkembangan seni rupa Indonesia terutama yang berbasis kertas dan kembali ke seni rupa Nusantara," katanya.
Dia sangat merasa kehilangan karena tidak ada khabar tiba-tiba beliau sudah meninggal. Semua merasa kehilangan, kelihatan dari yang hadir di pemakaman, sangat banyak baik kerabat, maupun murid/mahasiswa- mahasiswanya dulu, “ kata Kang Hilman.***
Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal Soreang, FB Page Jurnal Soreang, YouTube Jurnal Soreang, Instagram @jurnal.soreang dan TikTok @jurnalsoreang