Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Melimpah dari Laut, tapi Nelayan tetap Miskin dan Angka Stunting Tinggi

- 23 Februari 2022, 11:09 WIB
Ilustrasi nelayan. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Melimpah dari Laut, tapi Nelayan tetap Miskin dan Angka Stunting Tinggi
Ilustrasi nelayan. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Melimpah dari Laut, tapi Nelayan tetap Miskin dan Angka Stunting Tinggi /Dok. mediacenter.riau.go.id/

JURNAL SOREANG- Ketua Perhimpunan Petani dan Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI),  drh.Slamet meminta agar PP No.85 tahun 2021 tentang Tarif PNBP ditinjau ulang karena memberatkan nelayan.

Dalam jawaban resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan bahwa tarif tersebut hanya berlaku untuk kapal yang izinnya dikeluarkan pusat, artinya nelayan kecil tidak terdampak aturan ini.

Dalam jawaban itu ditambahkan bahwa perolehan dari PNBP justru akan dikembalikan untuk program pemberdayaan nelayan salah satunya kegiatan penyaluran bantuan pemerintah, bimtek nelayan, dan penataan kampung nelayan maju.

Baca Juga: Kekayaan Laut Juga Bisa Rusak Parah, Nelayan agar Gunakan Alat Tangkap Ramah Lingkungan
 
Dalam keterangan menteri Kelautan dan Perikanan bahwa PNBP sektor perikanan tahun 2021 mendekati angka 1 triliun. Angka PNBP sektor Perikanan tersebut menanjak terus sejak tahun 2015.

Dari angka Rp79 Miliar di tahun 2015 meningkat menjadi Rp358 miliar, Rp491 miliar, Rp519 miliar, Tp559 miliar, Rp643 miliar hingga Rp920 miljar di tahun 2021 per tanggal 21 Desember.
 
Menteri Kelautan dan Perikanan optimis di tahun 2022 yakin bisa mencapai PNBP 3 triliun, bila mencapai 4 triliun itu sudah setara KLHK.

Baca Juga: Bantuan untuk Nelayan dan Penataan Kampung Nelayan Harus Diprioritaskan, Sebagian Besar Nelayan Miskin

Bahkan Menteri KKP pernah mengatakan dapat mencapai PNBP Rp12 triliun tiap tahun, bahkan bisa mencapai Tp224 triliun.
 
"Optimisme Menteri KKP ini patut di hargai bagaimana tanggungjawabnya meningkatkan pamasukan negara dari sektor kekayaan alam Indonesia yang dianugerahkan Tuhan kepada bangsa Indonesia," kata Slamet.

Namun drh.Slamet yang juga wakil rakyat asal Dapil Sukabumi ini mempertanyakan tanggungjawab Menteri KKP terhadap manfaat peningkatan PNBP terhadap APBN KKP dan Nelayan itu sendiri.

Baca Juga: Aturan Baru Pemerintah Soal Penangkapan Ikan Terukur Bisa Matikan Nelayan Kecil
 
"Justru saya mencatat APBN KKP terus mengalami penurunan dari sejak tahun 2016 dari pagu Rp10,61 triliun, Rp9,14 triliun, Rp7,63 triliun, Tp5,51 triliun, hingga Tp4,77 triliun di tahun 2021. Ini sangat mengherankan kenapa Menteri KP membiarkan PNBP hasil jerih payahnya pergi ke sektor lain. Bagaimana merealisasikan janji bahwa PNBP akan dikembalikan kepada Nelayan kecil?," tukasnya.
 
Kita lihat Nilai Tukar Nelayan berjalan datar dari tahun 2014 NTN 104,63 lalu naik 1 persen, 2 persen lalu dijatuhkan turun 10 persen di tahun 2020, lalu naik menjadi 107 di tahun 2021.

Seolah angka NTN dapat dibuat dengan mudah sesuai situasi politis. Kenyataan riil di lapangan nelayan kita hidup susah, banyak diantaranya yang berhenti menjadi nelayan.

"Sementara PNBP naik terus setiap tahun rata-rata sebesar 76,97 persen sejak tahun 2015," katanya.

Baca Juga: Pungutan Bukan Pajak Kementerian Kelautan dan Perikanan Memberatkan Nelayan, Slamet: Harus Dikaji Ulang
 
Di lain sisi nelayan dihadapkan pada masalah kenaikan harga BBM yang terus menerus, dampak Covid-19 menyebabkan harga ikan anjlok hingga 50 persen. Kemudian angka stunting masih sangat tinggi.

Bank Pembangunan Asia (ADB) melaporkan angka stunting Balita Indonesia 31,8 persen tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah timor Leste 48,8 persen.

"Menurut WHO Indonesia penderita stunting tertinggi urutan ke 4 didunia. Apakah tidak malu Pak Jokowi memperlakukan rakyatnya seperti ini?" Katanya.

Baca Juga: Pungutan Bukan Pajak Kementerian Kelautan dan Perikanan Memberatkan Nelayan, Slamet: Harus Dikaji Ulang
 
Hal ini menjadi wajar karena Angka Konsumsi Ikan bangsa Indonesia berada di angka 55,37 persen di tahun 2021, meningkat secara lambat dari angka 41,11 persen ditahun 2015.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x