6. Pada saatnya datang koleksi tersebut pun dikirim ke toko-toko mereka yang tersebar di seluruh dunia.
7. kemudian mereka pasang iklan besar-besaran dan berharap prediksi mereka atas apa yang jadi minat pelanggan itu benar orang-orang jadi tertarik dan datang berbondong-bondong ke toko untuk membeli koleksi mereka.
Sayangnya tidak semua prediksi itu benar. Akhirnya banyak barang yang gak terjual dan akhirnya mereka stuck dengan inventory di gudang yang tidak bergerak.
Beberapa sumber melaporkan jumlah produk yang tidak terjual ini mencapai 30% dan dalam dunia ritel ini adalah malapetaka.
Dalam situasi seperti itu perusahaan punya dua pilihan, yaitu Markdown atau Write-off.
Jual dengan harga diskon atau musnahkan produknya.
Kedua pilihan tersebut jelas merugikan. Menjual barang dengan diskon itu bukan cuma mengurangi margin tapi juga akan merusak eksklusivitas brand yang sudah susah payah dibangun selama bertahun-tahun.
Itu sebabnya banyak brand besar memilih untuk memusnahkan produk-produk yang tidak laku. That’s is not good for the bisnis or the environment.
Dengan pendekatan fast fashion Zara dapat menghindari resiko tersebut sekaligus di saat yang sama menggenjot keuntungan secara dramatik.