Begini Kata Bos Indodax Soal Harga Kripto yang Anjlok usai Dilarang China

- 3 Oktober 2021, 12:53 WIB
Ilustrasi uang Kripto yang dilarang pemerintah China. Ini komentar Indodax
Ilustrasi uang Kripto yang dilarang pemerintah China. Ini komentar Indodax /Instagram.com@kripto_analiz/

JURNAL SOREANG- Bank Sentral China melarang transaksi kripto di Negeri Tirai Bambu sehingga telah menyebabkan harga Bitcoin dan kripto lainnya jatuh.

Sungguh pun demikian, CEO Indodax Oscar Darmawan memandang hal tersebut bukan hal mengkhawatirkan.

Faktanya, kata Oscar, sampai saat ini atensi dan minat masyarakat dunia terhadap kripto justru semakin tinggi.

Baca Juga: 5 Negara Ini Terima Pembayaran Rupiah dari Pelaku Wisata, Gak Perlu Ribet Tukar Uang Deh

Jadi, Oscar menyebutkan, investor tidak perlu was was. Pelarangan itu hanya akan berdampak jangka pendek karena aksi market jual yang sifatnya memang hanya sementara.

Oscar optimistis secara jangka panjang pelarangan itu tidak akan berdampak pada harga mata uang kripto.

Ia memberi contoh, pada 1 Januari 2021, harga Bitcoin menyentuh US$ 29.576 per koin atau setara sekitar Rp 422 juta. Saat ini, harga Bitcoin sudah menyentuh angka US$ 43.942 per koin atau setara Rp 626 juta hari ini.

Baca Juga: Tradisi Khitanan dan Uang 'Panyecep', ini Doa LSM Bela Masyarakat

Lagi pula, katanya, pernyataan Bank Sentral China mengenai pelarangan transaksi kripto bukanlah hal baru.

Pada awal 2021, pemerintah Cina mengumumkan akan menindak tegas seluruh aktivitas penambangan kripto. Kabar tersebut kemudian disusul oleh pernyataan grup industri keuangan negara Tiongkok pada Mei 2021.

Bitcoin sejak tahun 2013 akhir sudah dilarang di China. Pada 2017, pemerintahan juga pernah menutup bursa kripto lokal. Kemudian di Juli 2018, bank sentral China mengatakan ada sekitar 80 platform perdagangan kripto dan Initial Coin Offering yang ditutup.

Baca Juga: Harga Mata Uang Kripto Terus Melemah, Ini Langkah Para Investor Dunia

Ada pun di tahun 2019, Bank Sentral China mengeluarkan pernyataan akan memblokir akses ke semua bursa kripto domestik dan asing serta situs web Initial Coin Offering.

China, ujarnya, memang satu-satunya negara yang sangat keras terkait transaksi kripto. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara lain yang justru mendukung pertumbuhan aset kripto, termasuk Indonesia.

Indonesia sendiri  memperbolehkan aset kripto menjadi suatu komoditas dan sudah resmi diatur di bawah BAPPEBTI.

Terhadap internet pun Ekosistem Tiongkok bersikap tertutup. Tiongkok memblokir Youtube, WhatsApp, Facebook, Google dan menciptakan layanannya sendiri. Namun, keempat layanan tersebut tetap berjaya sampai saat ini.

Baca Juga: Gempuran Pemerintah China Berhasil Lemahkan Harga Mata Uang Kripto

Hal yang cukup unik mengenai transaksi aset kripto, kata Oscar, adalah selama ada jaringan internet, investor bisa menyimpan aset kriptonya sendiri.

Tidak hanya secara daring, investor pun bisa menyimpan aset kripto secara luring di dalam suatu usb flashdrive.

"Saya sendiri masih optimistis terhadap kripto dan bitcoin. Karena apa? Negara negara lain termasuk 'negara barat' toh mendukung inovasi ini. Berita dari Tiongkok hanya berita usang sejak tahun 2013 dan bukan merupakan sesuatu yang baru," tutur Oscar. ***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah