Respon Keras Pengesahan Permenaker, Aliansi Upah Dasar Asia: Upah Buruh yang Dipotong Harus Diganti Pemerintah

31 Maret 2023, 03:47 WIB
Ilustrasi upah buruh. Aliansi Upah Dasar Asia atau AFWA mengusulkan pemerintah mengganti upah yang dipotong sebesar 25 % pasca pengesahan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023. /Pixabay/Users/Sumba Stori/

JURNAL SOREANG - Komponen buruh memberikan respon beragam atas pengesahan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023, utamanya pasal soal pengesahan pemotongan upah sebesar 25 %.

Aliansi Upah Dasar Asia atau AFWA, mengklaim upah 25 % yang dipotong, seharusnya diganti oleh Pemerintah, sebagai bentuk perlindungan negara kepada buruh.

Pada 8 Maret 2023 lalu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, menandatangani Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

 

Beberapa bagian dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang mendapat sorotan dari publik.

Pasal 8 Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 menjadi yang paling disorot, utamanya oleh buruh. Pada Pasal 5 Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini, ada ketentuan soal pemotongan upah.

Disebutkan, upah buruh yang bekerja di perusahaan berbasis ekspor, bisa mendapatkan pemotongan upah sebesar 25 %.

“ Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran Upah Pekerja/Buruh dengan ketentuan Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari Upah yang biasa diterima,” dikutip dalam dalam Pasal 8 ayat 1 Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

Baca Juga: Beredar gambar Sindiran Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, Pocong Cairkan Dana JHT

Pada Pasal 8 ayat (3) Permenaker, ketentuan soal pemotongan upah ini berlaku selama 6 bulan.

“ Penyesuaian Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku,” dikutip dari ketentuan Pasal 8 ayat (3) Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

Komponen buruh dan masyarakat sipil, memberikan respon beragam atas pengesahan ini. Salah satunya dari Aliansi Upah Dasar Asia atau AFWA. Koordinator AFWA Indonesia, Rizki Estrada, tak sepakat dengan ketentuan pemotongan upah sebesar 25 persen.

 “Sudut pandang saya mewakili Aliansi Upah Dasar Asia atau AFWA, yang sebagian besar anggotanya adalah serikat buruh, prinsipnya kita sependapat dengan desakan serikat buruh bahwa Permenaker Nomor 5 ini, sangat merugikan buruh. Sisi lain, ini memberikan angin segar kepada pengusaha berorientasi ekspor, khususnya tekstil, garmen dan alas kaki, yang secara terang-terangan melegalkan praktik pemotongan upah dengan penyesuaian waktu kerja. Hak kok dipotong “, ujar Rizki Estrada kepada Jurnal Soreang pada hari Rabu, 28 Maret 2023.

Rizki pun memberikan solusi agar buruh tak mengalami kerugian akibat pemotongan ini. Rizki mendesak justru Pemerintah yang seharusnya mengganti upah yang dipotong sebesar 25 % akibat pelaksanaan dari ketentuan Pasal 8 Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini

. Apalagi, peraturan ini hadir ditengah para pekerja tengah menjalani ibadah Puasa dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Kalau (pemotongan) ini diterapkan dalam waktu 6 bulan ke depan, AFWA berpandangan, 25 % upah yang dipotong ini, idealnya ditanggung oleh negara.

Baca Juga: Lawan Pencurian Upah, SPN Ajak Serikat Pekerja di Seluruh Dunia untuk Adukan PHK Massal Kepada OECD

"Ini hak loh, dan bukan hanya urusannya dilimpahkan begitu saja oleh pemerintah melalui kesepakatan antara pengusaha dengan para pekerja, tapi harus juga dilihat peran negara di sini dalam hal mediasi dan mendudukkan pihak yang memberikan pemesanan atau order yang dalam hal ini para pembeli luar atau buyer," katanya.

Jika 25% upah yang dipotong oleh pengusaha mampu diampu oleh pemerintah, anggap saja seperti bantuan subsidi upah yang pernah di praktikan di tahun-tahun sebelumnya, dan target pekerjanya amat spesifik.

"Di sisi lain, ini merupakan insentif non-fiskal juga bagi perusahaan bilamana pemerintahan tidak memberikan insentif lain untuk memberikan kemudahan dalam memenuhi rantai pasokan ke negara tujuan seperti Amerika dan Eropa," katanya.

 

Jika pemerintah belum mampu mengcover subsidi tersebut, maka dengan kewenangan yang dimilikinya, mengapa tidak menarik pertanggungjawaban para pemesan dan pembeli (buyer) yang berasal dari negara tujuan, untuk menyisihkan keuntungan yang mereka dapat kepada pekerja-nya di sini.

"Dengan kata lain, pemerintah idealnya mampu menghitung nilai tukar pekerja yang dikontribusikan pada rantai pasokan pada industry-industri tersebut sebagai nilai tambah atas upah yang mereka terima saat ini. Itu pandangan kita dari AFWA, “ tegas Rizki Estrada.

Rizki menilai subsidi atas pemotongan upah oleh Pemerintah ini realistis. Apalagi di masa pandemi, pemerintah mampu memberikan bantuan subsidi upah.

Baca Juga: Aksi Demonstrasi Buruh di Kabupaten Bandung Barat Tolak Kenaikan Harga BBM dan Harapkan Penyesuaian Upah

 Menurut Erik, subsidi upah oleh negara ini, amat realistis. Belum ada pernyataan secara eksplisit bahwa Indonesia sedang terancam krisis ekonomi.

"Wacana media terakhir yang pernah muncul, salah satu Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri saja justru menyatakan Indonesia berpotensi menjadi pasar utama, basis produksi dan pusat ekspor industry tekstil dan produk tekstil (TPT) dan Alas Kaki karena memiliki cukup keunggulan. Beliau menyatakan tahun 2022 saja kinerja neraca perdagangannya surplus kok," katanya.

"Kebijakan Permenaker ini sangat subjektif dan  Belajar dari 3 tahun sebelumnya di masa covid-19, pemerintah sendiri mampu memberikan bantuan subsidi upah. Hampir 2-3 kali.” pungkas Rizki Estrada.***

Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal SoreangFB Page Jurnal SoreangYoutube Jurnal SoreangInstagram @jurnal.soreang dan TikTok @jurnalsoreang

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler