Utang Bulog Capai Rp13 Triliun, tapi Digabungkan dalam Holding BUMN Pangan, Johan: Beban Akan Berat

18 Januari 2022, 08:04 WIB
Ilustrasi tanaman padi untuk pangan nasional. Pembentukan Holding BUMN Pangan Harusnya Setelah Badan Pangan Nasional, Ini Penjelasannya /Ratna Santi/Media Blora/Ratna Santi

JURNAL SOREANG- Wakil Rakyat asal NTB, Johan Rosihan mempertanyakan tujuan dan urgensi pembentukan holding BUMN pangan yang telah diluncurkan pemerintah dengan identitas baru bernama ID Food.

Pasalnya hal ini mempertegas indikasi pendekatan bisnis semata bagi penanganan pangan di tanah air.

"Padahal mestinya pemerintah memprioritaskan amanat UU pangan untuk segera merealisasikan Badan Pangan Nasional. Amanat undang-undang adalah membentuk badan pangan nasional, kok yang dikerjakan malah buaat holding pangan," ujar Johan, Selasa 18 Januari 2022.

Baca Juga: Top, Pemerintah Ekspor Komoditas Pangan Rp14,4 Triliun, Tahun 2022 Sektor Pertanian Bisa Jadi Sektor Utama

Ia menuturkan dengan dilakukannya merger 6 BUMN yang tergabung dalam BUMN klaster pangan oleh pemerintah, padahal kondisi internal BUMN yang banyak bermasalah akan menyebabkan market pangan tidak berpihak pada kepentingan petani dan seringkali tidak berfungsi membantu mewujudkan ketahanan pangan nasional.

"Saya ingin  mempertanyakan core bisnis dan portofolio Perum Bulog sebagai stabilisator harga pangan karena secara internal saja mengalami persoalan sebagai BUMN yang memiliki hutang paling tinggi, yang mencapai Rp13 Triliun per Desember 2021," cetusnya.

Johan juga  mempertanyakan belum dilakukannya aktivasi atas pembentukan Badan Pangan Nasional sesuai dengan Perpres No. 66 tahun 2021.

Baca Juga: Satgas Pangan Polri Akan Tindak Tegas Oknum yang Mainkan Harga Kepokmas

Padahal urgensinya sangat mendesak di tengah fluktuasi harga pangan yang tidak terkendali sepanjang tahun. "Saya minta pemerintah lebih taat melaksanakan perintah undang-undang pangan demi cita-cita nasional," ucap Johan.

 Pria asal Sumbawa, NTB, secara tegas meminta jaminan agar BUMN berperan penting untuk mengatasi persoalan pangan di tanah air terutama persoalan ketersediaan dan harga yang fluktuatif.

"Saya menandaskan agar kita lebih berani melepaskan diri dari belenggu Impor Pangan, terutama komoditas gula, garam, bawang putih, gandum, daging dan kedelai," papar Johan.

 Baca Juga: Ingin Bisa Swasembada Pangan? Harus Dimulai dari Membangun Hal Ini di Sentra Produksi

Dia  menuturkan bahwa Impor pangan telah terbukti menyusahkan dan menyulitkan kondisi petani, apalagi dilakukan saat panen raya di berbagai daerah.

"Berdasarkan Data BPS menyebutkan bahwa pada semester 1 tahun 2021, negara kita telah melakukan impor pangan senilai US$ 6,13 miliar atau setara Rp 86,21 triliun,"  urai Johan.

Selama ini BUMN selalu mendapatkan penugasan pemerintah untuk melakukan impor pangan yang kuotanya selalu naik setiap tahun. Untuk itu, tahun 2022 ini dirinya berharap agar pemerintah berani menghentikan impor pangan terutama komoditi gula yang sudah direncanakan akan diimpor sebanyak 150.000 ton, hal ini pasti meresahkan petani tebu dan berbagai asosiasi gula di tanah air.

 Baca Juga: Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Pangan Daerah yang Kena Bencana, Jangan Sampai Korban Susah Cari Makan

"Saya selalu mendorong pemerintah memperkuat kemandirian pangan sehingga kita tidak perlu impor tapi mampu memaksimalkan penyerapan dari produksi lokal dan berupaya menanam modal untuk peningkatan produksi dan kualitas agroindustry yang berdaya saing global," katanya.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler