Jadi yang disebut paradigma baru dalam pembelajaran Kurikulum Merdeka adalah bagaimana memahami karakteristik, potensi dan minat siswa.
Sehingga, kata Deni, dalam kurikulum Merdeka, kegiatan belajar mengajar tidak hanya di dalam kelas saja, namun memiliki muatan projek terhadap soft skill yang dimiliki siswa.
Baca Juga: Kabar Gembira! RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi Sah Menjadi Undang-Undang, Ini yang Diaturnya
"Jadi si anak diharapkan mampu menghasilkan suatu produk berdasarkan minat, bakat dan lintas mata pelajaran" imbuh Deni.
Dia mencontohkan seperti tema kewirausahaan dengan subtema kuliner tradisional Sunda, maka si anak harus mampu memahami jenis kuliner tradisional tadi, hingga mampu menghasilkan produk kuliner tersebut yang bermuara pada satu ekspos yang bisa ditampilkan dengan melibatkan berbagai elemen.
Sehingga, menurut Deni, implementasi dari kurikulum Merdeka tersebut memiliki dua ujung yakni kebermaknaan dan kebermanfaatan.
Dengan tidak mengesampingkan kemampuan siswa dalam pelajaran akademik, menurut Deni dengan adanya Kurikulum Merdeka akan lebih menunjang siswa dalam segi lainnya.
"Justru siswa yang memiliki kepintaran seperti itu (prestasi akademik), lebih bagus malah, jadi dia tidak anti dominasi soal rumus-rumus, namun dia pun mampu bergaul, karena di projek itu dia dituntut kolaborasi dengan siswa lain, dan menghilang dikotomi antara anak yang pintar IPA dengan anak pintar IPS," jelasnya.
Sementara itu, dikatakan Deni, jika awalnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim menggulirkan Sekolah Penggerak yang yang berjumlah 2500 sekolah yang menggunakan konsep paradigma baru pembelajaran Merdeka Kurikulum.