“Pertemuan akan mengeksplorasi kemungkinan normal baru, yaitu transisi menuju kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada keadilan sosial-ekologis berdasarkan keragaman sumber daya budaya,” tutur Hilmar dalam keterangannya di Jakarta, pada Jumat (22/4).
Hilmar menyebutkan akan ada lima isu utama yang dibahas dalam pertemuan ini. Pertama, mengenai peran budaya sebagai pendorong kehidupan berkelanjutan. Kedua, tentang dampak ekonomi, lingkungan dan sosial dari kebijakan berbasis budaya.
Baca Juga: Delegasi EdWG G20 Kunjungi Candi Borobodur dan Prambanan, Warisan Kebudayaan Indonesia
Ketiga, tentang _cultural commoning_ (pengelolan bersama atas sumber daya budaya) yang mempromosikan gaya hidup berkelanjutan di tingkat lokal.
Keempat, akses yang berkeadilan untuk peluang ekonomi budaya. Kelima, mobilisasi sumber daya internasional yang untuk mengarusutamakan pemulihan berkelanjutan dengan menginisiasi suatu mekanisme pendanaan untuk pemulihan seni dan budaya yang sangat terpukul selama pandemi.
Hilmar menjelaskan bahwa dalam mempromosikan gaya hidup baru ini, budaya memainkan peran penting. “Berbagai pengetahuan, institusi, ekspresi budaya, dan praktik yang kita warisi telah melewati ujian waktu sehingga terus dibawa ke zaman modern. Jika berbagai sumber budaya ini dikonsolidasikan, kita akan memiliki sarana untuk menciptakan gaya hidup yang lebih berkelanjutan,” ujar Hilmar.***