Permendikbudristek Soal Pencegahan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Banyak Disorot, Ini Masalahnya

- 9 November 2021, 16:09 WIB
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Nakarim didesak untuk mengubah Permendikbud ristek soal pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi karena bisa jadi melegalkan zina.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Nakarim didesak untuk mengubah Permendikbud ristek soal pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi karena bisa jadi melegalkan zina. /Youtube Kemdikbud

 JURNAL SOREANG- Dunia perguruan tinggi di Indonesia dihebohkan dengan adanya Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021.

Polemik tentang persetujuan seksual muncul setelah Mendikbudristek RI, Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Peraturan Menteri nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi pada September lalu.  

"Dalam Permendikbudristek tersebut tercantum frasa “tanpa persetujuan korban” yang mengacu kepada definisi kekerasan seksual," kata mahasiswa doktoral PKn UPI, Rifa Anggyana, Selasa 9 November 2021.

Baca Juga: Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi Tuai Dukungan

Persoalannya ada dalam pasal 5 pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m. 

"Saya menilai ketentuan tentang persetujuan seksual yang tercantum dalam Permendikbudristek Nomor 30/ 2021, tidak dikenal di dalam norma hukum di Indonesia," katanya.
 
Apalagi konsensus yang bangsa Indonesia sepakati adalah  sesuai dengan norma Pancasila dan UUD 1945.

"Yakni,  hubungan seksual baru boleh dilakukan dalam konteks lembaga pernikahan,” kata dia.

Baca Juga: Permendikbudristek Melegalkan Zina? ini Jawaban Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi

Dalam frasa “tanpa persetujuan korban” terkandung makna persetujuan seksual atau sexual consent.

 “Artinya hubungan seksual dibolehkan asal dilakukan atas dasar suka sama suka sehingga banyak yang menilai aturan ini melegalkan perzinahan,"  imbuhnya.

Hal tersebut  bertolak belakang dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia yakni perzinahan dianggap sebagai perilaku asusila dan diancam pidana.   “Pasal 284 KUHP misalnya, mengancam hukuman penjara bagi yang melakukan perzinahan,” tambah Rifa.

Bahkan, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) masih menambahkan peran aturan agama dalam hak-hak Wanita.

Baca Juga: Dugaan Pelecehan Seksual Anak di Bawah Umur, Polisi Amankan Kakek Lansia

Pasal 50 dalam UU HAM berbunyi: “Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya”. 

Selain itu UU Sisdiknas yang juga dicantumkan sebagai konsideran pada Permendikbudristek, kata Rifa, pada dasarnya memiliki semangat yang berlandaskan moral-moral Pancasila. 

"Pasal 3 UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas) menjelaskan bahwa fungsi Pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab," katanya.

Baca Juga: Kisah Ja'far bin Abi Thalib dan Zina, Mutiara Hikmah Hari Ini

Dia mengusulkan agar lembaga wakil rakyat melakukan pemanggilan teehadap Mendikbudristek agar semuanya menjadi jelas.

"Bahkan Mas Menteri Nadiem bisa melakukan evaluasi sendiri lalu mengubah Permendikbud yang sudah dikeluarkan sebab sudah menimbulkan keresahan di masyarakat," katanya.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah