Profesor Paling Muda Ini 16 Tahun Bertahan Jadi Pejabat Tinggi Istana Meski Presiden dan Menteri Berganti

20 Oktober 2021, 09:03 WIB
Prof. Dr. H. Dadan Wildan, MHum yang tetap bertahan di istana meski presiden dan menteri berganti /Istimewa/

 

JURNAL SOREANG- Jalan takdir Dadan Wildan "selalu" membawanya menjadi yang termuda. Kesan itu melekat kuat jika kita menyimak perjalanan alumni Pendidikan Sejarah UPI Angkatan 1985 ini.

Yang paling kentara misalnya, pria asal Ciparay, Labu Bandung ini berhasil meraih jabatan fungsional guru besar atau profesor dalam usia 37 tahun. "Tercatat saya sebagai guru besar termuda ketika itu," kata Dadan, Rabu 20 Oktober 2021.

Setahun kemudian, usia 38 tahun, Dadan yang menggilai radio amatir dan kegiatan alam terbuka ini mendapat amanah eselon 1 alias pejabat tinggi madya sebagai Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara.

Baca Juga: Apa Kata Dunia Bila Guru Masih 'Gaptek'? Digital Jadi Keniscayaan

Bahkan, Dadan lulus pendidikan Lemhannas saat usia 40 tahun. Dadan juga mencapai golongan tertinggi IV/e saat usia 46 tahun.

"Terhitung sejak kali pertama diangkat menjadi staf khusus Menteri Yusril Ihza Mahendra pada 2005 silam, berarti kini 16 tahun sudah saya malang-melintang di Istana Negara," kata pria yang waktu muda aktif dengan Mantan. Bupati Bandung Kang Dadang Naser di Masjid Besar Ciparay.

Saat Yusril berhenti bukan berhenti Dadan ikut keluar gerbong Istana bahkan  Dadan didapuk menjadi Staf Ahli Menteri Hatta Rajasa dan Sudi Silalahi.

"Lalu, saya menjadi Deputi Menteri saat usia 48 tahun saat Pratikno diangkat Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Sekretaris Negara," katanya.

Baca Juga: Pemkab Bandung Luncurkan Program Sekolah Mengaji, MGMP PAI Bersiap Jadi Garda Depan

Saat ini, Dadan kembali dipercaya menjadi staf ahli Mensesneg yang membidangi politik, pertahanan, dan keamanan. Selama 16 tahun itulah Dadan mendampingi dua presiden dan empat Mensesneg.

Selain berkiprah di lingkungan birokrasi, Dadan juga sudah empat kali mendapat amanah sebagai komisaris BUMN. Kali pertama menjadi komisaris di Sarinah Jakarta, kemudian ITDC Nusa Dua Bali, lalu TWC-Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratuboko, dan kini Komisaris Utama PTPN I yang berpusat di Aceh.

Hanya, belakangan, Dadan mengaku lebih fokus untuk mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat kelak. Selain makin aktif berkhidmat untuk umat melalui serangkaian kegiatan amal dan layanan masyarakat bersama Persatuan Islam (Persis), Dadan mengisiniasi hadirnya sebuah sekolah yang mengkhususkan diri pada pendekatan agama dan teknologi informasi.

Baca Juga: Era Digital Juga Berimbas kepada Organisasi Amatir Radio Republik Indonesia (Orari), Berikut Langkah Orari

"Saya namakan SMP Prima Cendekia Islami demi investasi pascakehidupan dunia," katanya.

Dadan tak segan-segan melepas sejumlah aset yang dimilikinya untuk membangun sekolah. "Saya merasa kehidupan dunia saya sudah selesai. Saya sudah mendapatkan lebih dari apa yang saya bayangkan sebelumnya. Tuhan begitu baik kepada saya. Sekarang saatnya saya mempersiapkan kehidupan abadi akhirat dengan cara terus berusaha memberi manfaat kepada masyarakat," ujar Dadan.

Ungkapan Dadan tersebut juga  bisa dinikmati dalam  obrolan ringan podcast Bincang Alumni UPI episode ke-10.

Baca Juga: Sekolah Digital! Optimalkan Pendidikan Masa Milenial dan Era 4.0, SMP Prima Cendikia Hadirkan Konsep Religius

Yuk, kita simak obrolan lengkapnya melalui kanal Youtube Ikatan Alumni UPI (youtube.com/ikatanalumniupi). Jangan lupa subscribe, like, comment, dan share jika Anda suka.

Tayangan juga tersedia melalui web streaming TV UPI Digital (tv.upi.edu). Selamat menyaksikan dan mari berbagi inspirasi.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler