5 Tradisi Yogyakarta Masih Dilestarikan Hingga Sekarang, Salah Satunya Labuhan parangkusumo

24 November 2021, 15:41 WIB
5 Tradisi Yogyakarta Masih Dilestarikan Hingga Sekarang, Salah Satunya Labuhan parangkusumo /Yoga Mulyana/tangkap layar Instagram @septiandwik

JURNAL SOREANG - Di era millennial ini tampaknya beberapa tradisi masih kuat dipertahankan di beberapa daerah, salah satunya Yogyakarta.

Bahkan tradisi di Yogyakarta tersebut juga menjadi daya tarik wisatawan untuk menikmati segala keunikan dari sesuatu yang tetap dilestarikan tersebut.

Dikutip Jurnal Soreang dari berbagai sumber, berikut tradisi Yogyakarta yang masih lestari.

Baca Juga: Perlu Diketahui! Tradisi Jogja yang Masih Terlaksana Hingga Sekarang, Ada Tumplak Wajik Simbol Sedekah Raja

1. Saparan

Saparan atau biasa disebut dengan istilah bekakak adalah tradisi Jawa yang dilaksanakan untuk mengenang jasa seorang abdi dalem kesayangan Sri Sultan Hamengkubuwono I, yakni Ki Wirosuto yang konon katanya hilang secara misterius saat mencari batu gamping di Gunung Gamping bersama dengan istrinya. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Safar dalam kalender Jawa.

Dalam upacara ini, biasanya menggunakan sesuatu yang akan digunakan sebagai persembahan.

Persembahan dalam upacara ini berupa replika sepasang pengantin yang terbuat dari tepung ketan dan cairan gula jawa sebagai bentuk pengorbanan warga sekitar terhadap penunggu Gunung Gamping.

Baca Juga: Seorang Anak Ditemukan Tewas Dalam Karung di Pacet Bandung, Polisi Buru Pelaku

2. Sekaten

Pasti kalian semua sudah tidak asing lagi dengan tradisi ini tentunya. Sekaten merupakan rangkaian kegiatan tahunan yang umumnya diadakan oleh umat Islam sebagai peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama, yakni sejak masa pemerintahan Kerajaan Demak.

Sampai saat ini, tradisi Sekaten masih terus dilestarikan. Peringatan Sekaten ditandai dengan adanya miyos gangsa atau pemberian sesaji seperti bungkusan makanan serta rangkaian bunga untuk dua perangkat gamelan, yaitu Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo.

3. Labuhan parangkusumo

Merupakan salah satu upacara adat yang dilakukan untuk memohonkan doa keselamatan dan membuang segala macam sifat buruk. Upacara Labuhan Parangkusumo sering diidentikkan dengan legenda Ratu Pantai Selatan dan Panembahan Senopati. Labuhan sendiri memiliki makna membuang, meletakkan, atau menghanyutkan.

Baca Juga: Seorang Anak Ditemukan Tewas Dalam Karung di Pacet Bandung, Polisi Buru Pelaku

Dalam pelaksanaannya, pihak Keraton Yogyakarta melabuh/menghanyutkan benda-benda tertentu yang disebut ubarampe labuhan di tempat-tempat tertentu atau yang disebut dengan petilasan.

4. Siraman pusaka

Kamasan pusaka atau siraman pusaka adalah tradisi memandikan pusaka milik Ngarsa Dalem atau milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tradisi upacara ini diselenggarakan setiap bulan Asyura yang diselenggarakan secara tertutup atau masyarakat umum tidak diperkenankan untuk menyaksikan upacara ini.

Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan merawat pusaka-pusaka yang ada. Dengan dibersihkan secara teratur tiap tahun, sehingga segala tanda kerusakan dapat ditangani segera. 

Baca Juga: Bikin Sedih Sampai Ngakak, Inilah Jawaban Peserta INTM Cycle 2 Saat Games Tanya Jawab

5. Tumplak wajik

Tumplak Wajik merupakan upacara yang menandai dimulainya proses merangkai gunungan atau simbol sedekah raja kepada rakyat. Nantinya, gunungan tersebut akan dibagikan kepada warga pada upacara Garebeg.

Dalam setahun sendiri Keraton Yogyakarta menggelar tiga kali upacara Garebeg yaitu Garebeg Mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, Garebeg Sawal menandai akhir bulan puasa, dan Grebeg Besar untuk memperingati hari raya Idul Adha.

Karena dalam setiap Garebeg tersebut keraton selalu mengeluarkan gunungan untuk dibagikan, maka dalam setahun tiga kali pula Keraton Yogyakarta menggelar upacara Tumplak Wajik.***

Editor: Rustandi

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler