Lebih lanjut Usman mengatakan, kejadian seperti ini pernah terjadi di Peru, 58 tahun lalu. Karena itu, Usman menyayangkan kejadian serupa justru akan terulang kembali di tanah air.
“Tragedi ini mengingatkan kita pada tragedi sepak bola serupa di Peru tahun 1964 dimana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan oleh polisi kepada massa, kemudian membuat ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen,” ujarnya. .
Menurut Usman, insiden di Peru dan Malang seharusnya tidak terjadi jika aparat keamanan mengetahui aturan penggunaan gas air mata.
"Sangat memilukan bahwa 58 tahun kemudian, insiden seperti itu terulang di Indonesia. Peristiwa di Peru dan di Malang seharusnya tidak terjadi jika aparat keamanan memahami aturan penggunaan gas air mata," kata Usman.
Usman mengatakan tidak dapat dipungkiri bahwa aparat keamanan seringkali menghadapi situasi yang kompleks dalam menjalankan tugasnya.
Tapi, kata Usama, mereka juga harus menjamin penghormatan penuh atas hak hidup dan keselamatan semua orang, termasuk orang-orang yang dicurigai melakukan kerusuhan.
Menurut Usman, akuntabilitas negara sebenarnya diuji dalam kasus ini.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak negara untuk mengusut tuntas transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan aparat keamanan dan mengevaluasi prosedur pengamanan pada peristiwa yang melibatkan ribuan orang. ***