JURNAL SOREANG - Sepakbola putri kini tengah bersiap menggelar sebuah turnamen di Asia Tenggara yaitu Piala AFF Wanita 2022 yang akan digelar mulai 4 Juli mendatang.
Piala AFF Wanita 2022 menjadi ajang lain dari turnamen sepakbola putri yang semakin tahun semakin mampu bersaing dengan sepakbola putra.
Sebelum menyaksikan laga-laga Piala AFF Wanita 2022, khususnya karena Tim Garuda Pertiwi Indonesia akan ikut serta di ajang ini, ada baiknya kita mundur ke belakang untuk lebih jauh mengetahui sejarah sepakbola putri.
Dalam sejarahnya, sepakbola putri beberapa kali mendapat larangan dari sejumlah negara karena masalah kesetaraan gender.
Hingga pada tahun 1970-an, sepakbola wanita mulai kembali muncul ke permukaan di beberapa negara Eropa.
Jauh sebelum itu, tim sepakbola wanita profesional pertama telah dibentuk di Inggris Raya pada tahun 1895 dengan sebutan The British Ladies yang dipelopori seorang bangsawan bernama Lady Florence Dixie.
Namun, beberapa sumber juga mengatakan, sekelompok perempuan telah bermain sepakbola lebih dulu di negara China.
Akan tetapi The British Ladies tercatat adalah yang pertama bermain di lapangan resmi di depan banyak orang.
Tim tersebut dikapteni oleh Nettie Honeyball, yang berusaha membuktikan bahwa wanita sama baiknya dengan pria pada saat wanita mencari kesetaraan di seluruh bidang.
Pertandingan pertama diadakan pada tanggal 23 Maret 1895. Sebanyak 10.000 penonton berkumpul di Crouch End untuk menonton pertandingan antara dua tim yang disebut The North dan The South.
Tidak seperti pertandingan tahun 1881, pemain tidak lagi harus memakai korset dan sepatu hak tinggi seperti sebelumnya, tetapi mengenakan sepatu standar, seperti pria, dalam ukuran yang sesuai.
Mereka masih harus memakai topi. Sedikit lucu karena permainan otomatis dihentikan jika ada wanita yang menyundul bola dan membuat topi atau jepit rambutnya lepas.
Baca Juga: Didepak PSG! Performa Neymar Tak Sesuai Ekspektasi dan Jadi Korban Sahabat Karib Kylian Mbappe
Sayangnya, reaksi yang timbul saat itu adalah cemoohan, kecaman, dan ejekan, baik dari penonton maupun pers.
Namun, salah satu media, Jarrow Express, memberi tanggapan yang lebih khas dan bernada cukup positif.
"Akan selalu ada rasa ingin tahu untuk melihat perempuan melakukan hal-hal yang tidak perempuan, dan tidak mengherankan bahwa pertandingan itu dihadiri oleh ribuan orang
Sangat sedikit dari mereka yang ingin saudara perempuan atau anak perempuan mereka sendiri memamerkan diri mereka di lapangan sepak bola," Jarrow Express 29 Maret 1895, dikutip dari situs Unlocking The Hidden Story.
Selanjutnya, para pesepakbola putri tetap bertahan dengan si kulit bundar terlepas dari kritik publik yang saat itu masih banyak meragukan bahkan menyepelekan kaum perempuan memainkan olahraga yang identik dengan laki-laki ini.
Lebih jauh lagi, tim The British Ladies memulai tur nasional mereka yang bahkan dalam dua tahun berikutnya mereka telah memainkan sekitar 100 pertandingan eksibisi.
Tur ini menarik publisitas besar dari pers, meskipun tidak sepenuhnya terbatas pada olahraga, pada saat itu, wanita yang bermain sepak bola selalu dipertanyakan haknya.
Meski begitu, perjuangan mereka memperkenalkan sepakbola putri kepada dunia patut mendapat apresiasi, sebab bagaimana pun mereka telah berjuang jadi bagian sejarah dunia sepakbola.
Bahkan kini sepakbola putri boleh dikatakan setara dengan putra yang salah satunya ditandai dengan mulai berkembangnya kompetisi internasional, seperti Piala AFF Wanita 2022 yang akan datang, hingga bahkan Piala Dunia-nya pun ada.
***