Selain Sri, dalam sesi diskusi itu dihadirkan juga Agus Nurdin (Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Pangandaran), Purwanto (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta), dan Asep Saeful Rahmat (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis).
Pada perbincangan itu terungkap bahwa Kurikulum merdeka jauh lebih sederhana, murah dan familiar. Kurikulum ini memberikan kesempatan sangat besar bagi praktik-praktik kehidupan, kebiasaan, dan budaya lokal untuk menjadi sumber belajar, terutama sumber-sumber belajar untuk pembentukan karakter siswa.
Anak-anak bisa belajar dari kebiasaan hidup orang tua mereka atau komunitas di mana mereka tinggal. Dengan demikian, pelaku pendidikan di daerah dituntut serba kreatif merancang proses pembelajaran seuai dengan kondisi lokal.
Selain itu, para pemapar menyepakati bahawa salah satu prinsip pelaksanaan dari merdeka belajar adalah gotong royong. Upaya pemulihan pembelajaran dan transformasi pendidikan tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri.
Sedangkan dalam ranah literasi dan numerasi, para pemapar pun mengungkap bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas kedua hal tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab guru, tetapi juga kepala sekolah, penilik/pengawas, Dinas Pendidikan, organisasi profesi kependidikan, organisasi-organisasi pemerhati pendidikan baik pemerintah maupun non pemerintah, bahkan mitra-mitra pembangunan dari kalangan perusahaan swasta.***
Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal Soreang, FB Page Jurnal Soreang, YouTube Jurnal Soreang, Instagram @jurnal.soreang, dan TikTok @jurnalsoreang