Sebagai respon atas kenaikan biaya di Saudi saat itu, terbit Kepres No 8 tahun 2022. Meski demikian, jemaah tetap membayar Bipih rata-rata Rp39,8 juta.
“Waktu itu, diputuskan jemaah tidak menambah apa pun sehingga nilai manfaat yang diambil dari BPKH tadinya hanya Rp4,2 triliun karena ada kenaikan di sana menjadi Rp5,4 triliun," katanya.
Kondisi tersebut sehingga ditetapkan dengan Kepres Sebagai reaksi atas situasi saat itu. "Akibatnya jemaah hanya menanggung 40% dari BPIH. Sementara nilai manfaat dan dana efisienai menanggung 59 persen atau hampir 60 persen,” urainya
“Kondisi ini yang kita bilang kalau diteruskan begini kapan (waktu) dana nilai manfaat BPKH akan habis. Sekarang hanya Rp15 triliun kurang lebih nilai manfaat yang ada di BPKH. Kalau terus 60 persen mensubsidi jemaah, maka akan habis itu,” sambungnya.
KPK, kata Nainggolan, sudah meminta BPKH melakukan kajian sustainibilitas (keberlanjutan) dana haji sejak tahun 2020. Kajian itu juga sudah dilakukan dan sudah terlihat skemanya.
Apalagi tahun 2027 akan ada dua kali pemberangkatan jeamah haji. Itu berarti akan semakin banyak lagi dana akumulasi Nilai Manfaat yang harus disiapkan.
Sejalan dengan itu, KPK mendukung usulan adanya perubahan skema biaya haji demi keberlanjutan Nilai Manfaat.
Sebab, Nilai Manfaat bukan hanya kepunyaan jemaah yang mau berangkat, tapi juga jemaah yang sedang menunggu dan itu jumlahnya lebih banyak. Sehingga, kalau habis dalam waktu dekat ini maka jemaah yang masih menunggu akan lebih repot lagi.