JURNAL SOREANG- Dalam kondisi perubahan iklim dan krisis lingkungan yang saat ini kian mencuat, kelompok perempuan berada dalam situasi paling rentan.
Kerentanan perempuan dalam menghadapi perubahan iklim itu antara lain terjadi karena perempuan memiliki akses dan kontrol yang terbatas terhadap barang dan jasa lingkungan.
Selain itu, partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan kerap diabaikan, bahkan di tingkat tertentu, perempuan tidak dilibatkan di dalam distribusi manfaat pengelolaan lingkungan.
Baca Juga: Tahukah Kamu Apa Perbedaan Cuaca, Musim, dan Iklim? Kunci Jawaban Tema 5 Kelas 3 SD Halaman 208, 209
Benang merah demikian mencuat pada Webinar “Gender dan Lingkungan” yang digelar oleh Pusat Kajian dan Pengembangan Peranan Wanita, Gender, dan Perlindungan Anak (PKP2WGPA) LPPM Universitas Pendidikan Indonesia, Jumat 25 Februari 2022.
Webinar yang dibuka Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UPI Prof Dr Dadang Sunendar dan Kepala PKP2WGPA Vina Adriany, PhD tersebut menampilkan narasumber Desy Pirmasari, PhD (Research Fellow, University of Leeds), Dr (Phil) Dewi Candraningrum (Komunitas Jejer Wadon), dengan Moderator Dr Seni Aprilia, MPd).
“Contoh termudah, ketika sumber daya alam semakin langka akibat perubahan iklim, perempuan kerap menempuh jarak yang lebih jauh dari biasanya untuk menjangkau makanan dan minuman, yang kemudian dapat membuka peluang resiko terpaparnya perempuan pada resiko kekerasan berbasis gender seperti pelecehan seksual, pelecehan fisik, dan lainnya,” ujar Desy.
Selama cuaca ekstrem seperti kekeringan dan banjir, perempuan cenderung bekerja lebih banyak untuk mengamankan mata pencaharian rumah tangga. Konsekuensinya.