Sebelum Memindahkan Ibukota Harus Pikirkan Soal Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup

- 20 Januari 2022, 06:06 WIB
Calon ibukota baru di Kalimantan yang beberapa waktu lalu  terendam banjir
Calon ibukota baru di Kalimantan yang beberapa waktu lalu terendam banjir /

JURNAL SOREANG- Meski ada fraksi yang menolak pengesahan RUU Ibukota Negara (IKN), namun akhirnya Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa 18 Januari 2022 mengesahkannya.

Namun wakil rakyat asal Sumbawa, NTB, Johan Rosihan mengingatkan pemerintah bahwa rencana pemindahan IKN memiliki masalah terbesar pada aspek lingkungan terutama pembangunan kota yang berakibat merusak fungsi hutan, merusak lingkungan dan keanekaragaman hayati. .

"Kondisi saat ini menunjukkan 59,5% luas wilayah IKN merupakan wilayah Kawasan hutan dan sebagai wilayah habitat satwa endemic yang harusnya dilindungi," katanya. 

Baca Juga: Ibukota Baru Berkonsep 'Forest City', Slamet: Ngarang Apa Ya?

Dia menyatakan menolak pemindahan IKN karena sampai saat ini belum ada kajian detail tentang mitigasi bencana di lokasi IKN.

"Saya menghimbau Pemerintah harus sadar bahwa pembabatan hutan di hulu dan sedimentasi sungai akibat aktivitas penambangan membuat sebagian daratan mengalami degradasi dan berpotensi mengakibatkan banjir besar, dan faktanya banjir pun sudah terjadi saat ini di lokasi tersebut," imbuh Johan.

Demikian juga dengan potensi bencana kabut asap di lokasi IKN dimana terdapat 1.106 titik panas api yang pernah membuat kebakaran hutan dan lahan secara hebat seluas 6.715 ha pada tahun 2019 lalu, paparnya.

Baca Juga: Awas Bahaya Mengintai Saat Perubahan Lahan Jadi Ibukota Negara di Kalimantan

"Pemindahan IKN akan berdampak serius terhadap kerusakan lingkungan, mengganggu habitat flora dan fauna, merusak keanekaragaman hayati, merusak ekosistem mangrove, dan merusak Kawasan hutan," urai Johan.

Johan menyebutkan lokasi dipilihnya letak Kawasan IKN yang berada diantara hutan konservasi Taman Hutan Rakyat Bukit Suharto dan Hutan Lindung Sungai Wain dan Hutan Lindung Manggar akan mengancam keberlangsungan ketersediaan sumber air sehingga memperparah krisis sumber air dan yang pasti mengancam Kawasan lindung dan konservasi teluk Balikpapan.

"Kami  menegaskan kepada pemerintah bahwa pembangunan dan aktivitas yang merusak ekosistem hutan, merusak sumber air dan Kawasan mangrove merupakan pelanggaran terhadap UU No. 32/2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup,"  ucap Johan.

Halaman:

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x