DPP LDII: HUT Kemerdekaan RI Mengingatkan Tanpa Pancasila Kita Rapuh

- 16 Agustus 2021, 21:54 WIB
webinar kebangsaan yang dihelat DPP LDII secara daring, Minggu, 15 Agustus 2021, bertajuk ‘Peran Ormas Islam Membumikan Pancasila’.
webinar kebangsaan yang dihelat DPP LDII secara daring, Minggu, 15 Agustus 2021, bertajuk ‘Peran Ormas Islam Membumikan Pancasila’. /DPP LDII/

Senada dengan Chriswanto, Kasubdis Lingkim Direktorat Bela Negara Ditjen Potensi Pertahanan Umum Kemhan Kolonel Adm Amiruddin Laupe menegaskan, pandemi Covid-19 seharusnya menjadi penguat nilai-nilai gotong royong dari para pendahulu bangsa Indonesia, yang perlu ditanamkan hingga kini.

Gotong royong, urai Amiruddin, terkandung dalam empat konsensus kenegaraan, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Lebih jauh lagi, gotong royong dalam Bhinneka Tunggal Ika itu dapat mengatasi ancaman aktual seperti terorisme dan radikalisme atau ancaman potensial seperti konflik terbuka.

“Toleransi dan gotong royong dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah modal utama mempersatukan bangsa. Agar dapat melaksanakan praktik Bhinneka Tunggal Ika, bangsa Indonesia harus memahami arti penting dari Pancasila, yang dibumikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” paparnya.

Baca Juga: Ini Tradisi Warga LDII Jabar yang Bisa Ditiru Sehingga Jumlah Hewan Kurban Naik Meski Pandemi

Amiruddin berpendapat, untuk mengaktualisasikan Pancasila, yang pertama adalah setiap warga negara dan kelompok memiliki kesadaran untuk bela negara, yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 3, “Hal itu berlaku juga untuk ormas-ormas serta parpol yang paling mewakili masyarakat,” paparnya.

Sementara itu Ketua DPP LDII yang juga Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono mengatakan, gotong-royong yang terkandung dalam Pancasila adalah pertanda bangsa yang beradab.

“Bangsa Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang beradab jika tidak memiliki kemanusiaan, kebersamaan, dan tidak memiliki kesadaran untuk bergotong royong. Lebih lanjut ia mengatakan Indonesia rapuh, jika tanpa Pancasila.

Baca Juga: LDII Jabar Kembangkan Kurban Berwawasan Lingkungan, Tahun Ini Bagikan 170 Ribu Kantong Daging

Singgih juga menjelaskan posisi strategis sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ sebagai pondasi, bukan sebagai ‘bingkai’ dalam konstruksi keindonesiaan.

Menurutnya, jika sila Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan bingkai atau wadah yang akan melahirkan agama tertentu, maka menurutnya ini akan menjadi bibit konflik yang berkepanjangan.

Halaman:

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah