Tausiah Kebangsaan MUI di LDII Bahas Tiga Rukun Bernegara, Ini Tiga Rukunnya

- 15 Juni 2021, 13:59 WIB
Pondok Pesantren Wali Barokah yang menjadi mitra strategis LDII dalam melahirkan juru dakwah, menghelat tausiyah kebangsaan. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Dr KH Marsudi Syuhud, MA
Pondok Pesantren Wali Barokah yang menjadi mitra strategis LDII dalam melahirkan juru dakwah, menghelat tausiyah kebangsaan. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Dr KH Marsudi Syuhud, MA /DPP LDII/

“Islamnya saja ada golongan Muhajirin ada Ansor, ada Yahudi, Nasrani, dan Majusi yang bukan agama samawi. Dari beragam agama itu diikat untuk menyatukan perbedaan,” imbuhnya.

Sebagai penyatu perbedaan, Rasulullah memiliki kemampuan yang mumpuni sebagai hakim, jenderal ketika perang, hingga mengurus ketertiban. “Bahkan Rasulullah sampai mengurusi akhlak,” ujarnya.

Saat Turki Utsmani runtuh, negara-negara memisahkan diri dan para tokohnya bermusyawarah dan berijtihad mengenai negara mereka. “Pada 1936 Nahdlatul Ulama dalam Muktamar 1936 sudah membahas bentuk negara Indonesia. Berangkat dari musyawarah itulah lahirlah dasar negara,” ujarnya. Kemudian, Pancasila ditetapkan menjadi dasar negara atas musyawarah.

Baca Juga: LDII: Kami di Bawah Naungan MUI Bukan Aliran Tertutup Apalagi Sesat

“Jadi bila ada yang bertanya pilih Alquran atau Pancasila, itu sama halnya menanyakan bumbu pecel tumpang atau pecel tumpang, bakso atau buletan bakso,” ujarnya.

Artinya, Pancasila itu terdapat dalam Alquran, maka tugas pemerintah adalah menyambungkan hukum yang tetap berupa Alquran dan Sunnah ke dalam aturan-aturan, demi kemaslahatan umat.

“Alquran dan Sunnah itu hukum yang tetap, sementara masalah terus tumbuh dan berkembang, maka pemerintah tinggal membuat aturan untuk kemaslahatan. Lampu lalu lintas tidak ada dalam Alquran dan Alhadits, namun karena maslahat untuk umat manusia, maka itu sudah memenuhi aturan yang syariah,” ujarnya.

Ia memisalkan lagi, mengenai wabah Covid-19. “Rasulullah menyuruh kita waspada dan lari sebagaimana waspada terhadap singa. Maka aturan turunannya ya lockdown dan bansos. Negeri ini tentu ada kekurangannya, maka kekurangannya yang diperbaiki bukan membubarkan negerinya,” ujarnya.

Baca Juga: Kasus Virus Corona di Indonesia Naik Drastis, BCL Ikut Kena dan Jalani Isolasi Mandiri

Ia menekankan, konteks hubungan negara dan agama terdapat dalam tiga hal. Pertama, negara harus mampu membuat hubungan antara hukum tetap yaitu Alquran dan Alhadist dengan produk undang-undang yang dihasilkan negara. “Aturan yang dibuat negara harus bermanfaat dan mengurangi kemaksiatan atau kekacauan,” ujarnya.

Halaman:

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x