Melihat Perbedaan Crazy Rich dan Flexing Lewat Dua Film Populer, Crazy Rich Asian dan Tinder Swindler

14 Maret 2022, 13:02 WIB
ilustrasi crazy rich dan flexing./ pixabay/ un-perfekt /

JURNAL SOREANG - Kasus penipuan berkedok binary option menjadi perbincangan setelah dua affiliator, Doni Salmanan dan Indra Kenz, ditahan oleh pihak kepolisian.

Selain menyorot modus dan kerugian dari masing-masing member, kasus binary option dan robot trading sejenis juga melahirkan dua jargon populer, yaitu crazy rich dan flexing.

Setelah dua affiliator binary option itu wara-wiri di berbagai media mainstrem dan digital, mereka punya dua predikat sekaligus, crazy rich dan flexing.

Baca Juga: Akun Instagram Affiliator Binary Option Indra Kenz Hilang? Ternyata Ini yang Terjadi

Akibatnya flexing dan crazy rich dianggap dua kata yang saling mendukung dan terkait.

Dikutip dari pmjnews 14 Maret 2022, pengamat psikologi Universitas Gadjah Mada, Rahmat Hidayat, mengungkap crazy rich dan flexing punya makna berbeda.

Menurut Rahmat, crazy rich adalah sebutan bagi individu yang sejak lahir sudah mempunyai kekayaan berlimpah yang punya tingkat konsumsi tinggi.

Baca Juga: Pemain Film Doctor Strange 2 Benedict Cumberbatch Ingin Memberikan Tempat Tinggal Bagi Pengungsi Ukraina

Namun hal ini merupakan hal lumrah bagi crazy rich karena gaya hidup mereka memang berbeda dengan masyarakat umum.

Untuk lebih memudahkan, kehidupan crazy rich terpotret dalam film Crazy Rich Asian yang tayang pada tahun 2018.

Dalam film tersebut disorot bagaimana kehidupan para crazy rich dalam menjalani kehidupan sosial mereka sehari-hari.

Baca Juga: Begini Reaksi Rizky Billar Saat Ditanya Kasus Affiliator Binari Option Doni Salmanan, Tegang dan Gelisah

Meski mempunyai dan mengenakan berbagai produk mewah, namun para crazy rich tidak menjadikan hal tersebut sebagai hal yang perlu dipamerkan, karena kesehariannya memang seperti itu.

Disisi lain, flexing merupakan sebuah cara untuk menunjukan hasil dari perjuangan yang didapat dengan tujuan mengangkat dan mendapat status sosial tertentu.

Film mengenai tema flexing yang terkenal adalah film dokumenter Tinder Swindler, yang menyorot sepak terjang Simon Leviev.

Baca Juga: Prihatin Minimnya Jumlah Lagu Anak, Kemendikbudristek Adakan Lomba Ini

Simon Leviev merupakan seorang pria yang memanfaatkan ketampanannya untuk menipu banyak perempuan.

Dengan berpura-pura sebagai crazy rich dari keluarga yang berbisnis berlian, Simon berhasil menipu dan menggasak harta korbannya.

Modus yang dilakukan Simon adalah dengan melakukan flexing atau pamer-pamer kekayaan di media sosial, terutama Tinder, seolah apa yang diperlihatkan merupakan miliknya.

Baca Juga: Cemilan Favorit Keluarga, Inilah Resep Tempe Goreng Tepung Ala Eks Masterchef Indonesia Devina Hermawan

Para perempuan yang tergoda untuk menjadi kekasih Simon pun, secara sukarela menggelontorkan dana banyak saat Simon memintanya untuk berbagai alasan.

Namun setelah Simon kabur dari kehidupan mereka tanpa kabar, akhirnya para perempuan ini sadar telah ditipu oleh pria asal Israel tersebut.

Istilah flexing yang berembel-embel "crazy rich" kemudian dinilai oleh beberapa perusahaan sebagai strategi pemasaran yang efektif.

Baca Juga: Affiliator Binary Option Doni Salmanan Sempat Dicuekin Dinan Fajrina saat PDKT, sang Istri Beberkan Chat Ini

Hal ini dilakukan untuk meraih perhatian dan membangun kepercayaan publik terhadap produk yang mereka tawarkan.

Rahmat Hidayat menyebut tekanan kehidupan yang diiringi keinginan materialisme dan gaya hidup yang tinggi menjadi faktor yang membuat masyarakat mudah tertipu istilah flexing berkedok "crazy rich".

Hal tersebut berbanding lurus dengan rendahnya literasi masyarakat yang rendah mengenai resiko keuangan dan investasi juga menjadikan masyarakat mudah tergoda buaian palsu marketing berbalut flexing.

Baca Juga: Menakjubkan! Inilah 5 Tim Nasional Dengan Skuad Termahal di Eropa, Diprediksi Akan Sukses di Piala Dunia 2022

Lebih jauh Rahmat menjelaskan dalam investasi tidak mungkin akan mendapat keuntungan yang teramat besar dengan resiko yang kecil.

Untuk menghindari penipuan berkedok flexing, Rahmat meminta masyarakat berpikir kritis, dan tidak menelan mentah-mentah apa yang dilihat di media sosial sebagai kenyataan.

Dengan pemikiran kritis, diharapkan masyarakat mempunyai kontrol terhadap diri sendiri, meski tidak punya literasi keuangan yang tinggi.

Baca Juga: Tak Terima Dituduh Jadi Penyebab Putusnya Awkarin dengan Gangga Kusuma, Ericarl Tulis Status Ini

Jadi sudah bisa dibedakan ya, crazy rich tak selamanya identik dengan flexing.

Demikian pula sebaliknya, yang gemar flexing belum tentu merupakan crazy rich.***

Editor: Sam

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler