Tausiah Kebangsaan MUI di LDII Bahas Tiga Rukun Bernegara, Ini Tiga Rukunnya

15 Juni 2021, 13:59 WIB
Pondok Pesantren Wali Barokah yang menjadi mitra strategis LDII dalam melahirkan juru dakwah, menghelat tausiyah kebangsaan. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Dr KH Marsudi Syuhud, MA /DPP LDII/

JURNAL SOREANG- Pondok Pesantren Wali Barokah yang menjadi mitra strategis LDII dalam melahirkan juru dakwah, menghelat tausiyah kebangsaan.

Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Dr KH Marsudi Syuhud, MA sebagai narasumber utama membahas tiga rukun bernegara. Acara tersebut diikuti DPW dan DPD LDII di seluruh Indonesia secara daring.

Acara tausiyah kebangsaan itu diikuti lebih dari 5.000 orang yang terdiri para ulama dan para pengurus LDII, serta perwakilan dari MUI di provinsi dan kabupaten/kota.

“Tausiyah kebangsaan ini penting dalam kondisi keumatan yang menghadapi masalah yang kompleks dan multidimensi, kami membutuhkan pencerahan,” ujar Pimpinan Pondok Pesantren Wali Barokah, Drs. KH Soenarto, M.Sc.

Baca Juga: Berbagi Berkah Ramadhan, LDII Jabar Bagikan Puluhan Ribu Paket Takjil

Sebagai pondok pesantren yang diamanati DPP LDII untuk menghasilkan juru dakwah, menurut KH Soenarto, posisi Pondok Pesantren Wali Barokah sangat strategis. “Para juru dakwah itu perlu dibekali ilmu agama yang kaffah, dan wawasan kebangsaan yang kuat dan mantap,” ujarnya, Minggu, 13 Juni 2021.

Dalam kesempatan itu, KH Marsudi Syuhud didampingi Wakil Sekjen DP MUI Arif Fahrudin M.Ag, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan DP MUI Prof Dr H Firdaus Syam, M.A, Sekretaris Dr Ali Abdillah.

Sementara Ketua Umum DPP LDII Ir KH Chriswanto Santoso, M.Si mengemukakan pentingnya menjalin silaturahim. Dengan silaturahim itu, para tokoh agama bisa turut memikirkan bangsa dan negara sebagai kontribusi untuk menjadikan Indonesia negeri yang makmur penug rahmat dari Allah.

Baca Juga: LDII Kota Bandung Gelar Musyawarah Daerah Luar Biasa, Sekda:Pilih Pemimpin dengan Rujukan Sifat Rasul

“Tausiyah ini jadi penting untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, agar ukhuwah wathoniyah juga kuat, dan ketiga ukhuwah basariyah terjaga. Para pendiri bangsa mendirikan negeri ini atas perbedaan yang tak bisa dihindari, dan para ulama menjadi motor penggerak perjuangan. Dari perbedaan itu, justru kita menyatu,” urai KH Chriswanto Santoso.

Menurut Chrsiwanto Santoso, di tengah era digital ini, internet mempermudah lalu-lalang informasi. Namun teknologi itu, juga mempermudah fitnah menyebar.

“Digitalisasi memungkinkan menulis atau mengubah suara menjadi saya, padahal pesan-pesannya bukan dari saya. Ini bisa mendatangkan fitnah dan perpecahan umat,” ujarnya.

Ia mengingatkan, para pendiri membentuk LDII bertujuan untuk berkontribusi kepada umat, bangsa, dan negara secara positif.

Baca Juga: Ketua LDII Jabar Tiba-tiba Tak Ingin Dipilih Lagi, Serahkan kepada yang Lebih Muda

“Kami memiliki delapan program kerja yang diselaraskan dengan program nasional, agar menjadi solusi. LDII harus mendukung bangsa dan negara dan memberi solusi terutama masalah kebangsaan. Bila Indonesia goyang, LDII turut ikut sempoyongan,” paparnya.

Dalam tausiyah kebangsaan, KH Marsudi Syuhud, menekankan pentingnya keterhubungan antar manusia. Keterhubungan itu sudah dicontohkan Rasulullah SAW dalam membangun negara kecil bernama Madinah, yang tertuang dalam Piagam Madinah.

“Antar manusia harus terhubung rohani, pikiran, amaliyah dan berbagai hal lainnya. Ketika semuanya nyambung, keberkahan itu hadir,” ujarnya.

Dalam pandangannya, Rasulullah mendirikan negeri Madinah sebagai negara untuk menyambung, mengikat masyarakat di dalamnya untuk hidup bersama meskipun tidak satu agama.

Baca Juga: Peringati Hari Skizofrenia, KBRI Tokyo dan PPI Jepang Gelar Webinar, Ini Kiat Sembuh dari Skizofrenia

“Islamnya saja ada golongan Muhajirin ada Ansor, ada Yahudi, Nasrani, dan Majusi yang bukan agama samawi. Dari beragam agama itu diikat untuk menyatukan perbedaan,” imbuhnya.

Sebagai penyatu perbedaan, Rasulullah memiliki kemampuan yang mumpuni sebagai hakim, jenderal ketika perang, hingga mengurus ketertiban. “Bahkan Rasulullah sampai mengurusi akhlak,” ujarnya.

Saat Turki Utsmani runtuh, negara-negara memisahkan diri dan para tokohnya bermusyawarah dan berijtihad mengenai negara mereka. “Pada 1936 Nahdlatul Ulama dalam Muktamar 1936 sudah membahas bentuk negara Indonesia. Berangkat dari musyawarah itulah lahirlah dasar negara,” ujarnya. Kemudian, Pancasila ditetapkan menjadi dasar negara atas musyawarah.

Baca Juga: LDII: Kami di Bawah Naungan MUI Bukan Aliran Tertutup Apalagi Sesat

“Jadi bila ada yang bertanya pilih Alquran atau Pancasila, itu sama halnya menanyakan bumbu pecel tumpang atau pecel tumpang, bakso atau buletan bakso,” ujarnya.

Artinya, Pancasila itu terdapat dalam Alquran, maka tugas pemerintah adalah menyambungkan hukum yang tetap berupa Alquran dan Sunnah ke dalam aturan-aturan, demi kemaslahatan umat.

“Alquran dan Sunnah itu hukum yang tetap, sementara masalah terus tumbuh dan berkembang, maka pemerintah tinggal membuat aturan untuk kemaslahatan. Lampu lalu lintas tidak ada dalam Alquran dan Alhadits, namun karena maslahat untuk umat manusia, maka itu sudah memenuhi aturan yang syariah,” ujarnya.

Ia memisalkan lagi, mengenai wabah Covid-19. “Rasulullah menyuruh kita waspada dan lari sebagaimana waspada terhadap singa. Maka aturan turunannya ya lockdown dan bansos. Negeri ini tentu ada kekurangannya, maka kekurangannya yang diperbaiki bukan membubarkan negerinya,” ujarnya.

Baca Juga: Kasus Virus Corona di Indonesia Naik Drastis, BCL Ikut Kena dan Jalani Isolasi Mandiri

Ia menekankan, konteks hubungan negara dan agama terdapat dalam tiga hal. Pertama, negara harus mampu membuat hubungan antara hukum tetap yaitu Alquran dan Alhadist dengan produk undang-undang yang dihasilkan negara. “Aturan yang dibuat negara harus bermanfaat dan mengurangi kemaksiatan atau kekacauan,” ujarnya.

Kedua, bernegara itu harus bisa menyatukan maslahat umum dan individu. “Contohnya pajak, hasil pajak bermanfaat untuk kepentingan umum. Namun adakalanya masyarakat dalam kondisi tak mampu bayar pajak, maka aturannya diubah bisa afirmasi atau tax holiday,” pungkasnya.

Hal ketiga, menyatukan atau merukunkan kepentingan materi dan rohani. “Saat negara memperbolehkan salat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya, bahkan mengurusinya maka sudah syariah. Meskipun bakal ada tabrakan antara syariah dan maksiat. Misalnya ada korupsi bantuan sosial, maka korupsinya dibasmi bukan bantuan sosialnya yang dihilangkan,” ujarnya.

Baca Juga: DPO Penyelundup Narkoba Jaringan Internasional Diburu, Polisi: Mereka Libatkan Warga Binaan Lapas

Ia mengingatkan, negara yang didasari musyawarah, maka hukumnya wahib menjaga kesepakatan atau produk musyarawah tersebut. Apa yang kurang dari negeri ini, ia berpesan untuk diperbaiki Bersama. “Bukan negaranya yang dirobohkan,” pungkasnya. Ia juga meminta semua bersyukur atas rahmat Allah kepada Indonesia, yang aman dan tenteram.

“Lebih baik menjadi orang miskin di negeri yang kuat dan kaya, ketimbang menjadi orang kaya di negeri yang barbar, penuh ancaman, dan ketidakpastian,” ujarnya.

Sementara para pengurus DPW LDII Provinsi Jawa Barat mengikuti acara ini di studio mini, yakni di kantor sekretariat DPW LDII Provinsi Jawa Barat. Hadir dalam acara itu, yakni drg. H. Dicky Harun, Sp.Ort (Ketua), Ir. Achjar MBA (Wakil Ketua), H. Koswara, SPd (Sekretaris), Fadel Abrori, SPi., MH (Wakil Sekretaris), M. Satria dan M. Diva (Wakil Sekretaris), H. Didi Wargaprawira, Bc.TT (Ketua Dewan Penasihat), dan para pengurus lainnya.

Baca Juga: 54 Penghuni Ponpes di Cimekar, Cileunyi, Terkonfirmasi Positif Covid-19, Pengelola Ponpes : Mereka tidak Mudik

Selaras dengan KH. Chriswanto Santoso, Ketua DPW LDII Provinsi Jawa Barat, drg. H. Dicky Harun, Sp.Ort mengatakan, keberadaan LDII harus memberikan kontribusi positif terhadap negara dan masyarakat. Kontribusi positif ini diwujudkan dengan program 3K, yakni karya, kontribusi, dan komunikasi.

“Kontribusi itu antara lain melalui delapan program pokok dari DPP, ditambah dengan program kerja yang berkesinambungan dengan program kerja Pemprov Jabar. Sehingga kontribusi yang dilaksanakan bisa dinikmati masyarakat,” urainya.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler