Angklung Harus Diselamatkan, dari Bahan Bambu sampai Nasib Saung Angklung Udjo

20 Maret 2021, 11:24 WIB
Ilustrasi pertunjukan angklung yang digelar Saung Angklung Udjo, Kota Bandung, Jawa Barat. Akibat pandemi membuat Saung Angklung ini juga terkena dampaknya../Instagram.com/@angklungudjo /

JURNAL SOREANG- Meski angklung sebagai seni tradisi khas Jawa Barat, yang telah diakui sebagai warisan tak benda oleh UNESCO, namun kondisinya saat ini cukup memprihatinkan.

Akibat pandemi sehingga seniman angklung termasuk ikon Saung Angklung Udjo terkena dampak hebat.

"Masalah lain pasokan bambu untuk bahan pembuat angklung juga makin mengkhawatirkan akibat kebun bambu yang beralih fungsinya," kata Ketua Ketua Steering Committee  Munas Asosiasi Angklung Indah (AAI), Dr. H. Gunawan Undang, dalam pernyataannya, Sabtu 20 Maret 2021.

Baca Juga: Kemenparekraf RI: Hari Musik Nasional Bertepatan Dengan Lahirnya Pencipta Lagu 'Indonesia Raya'

Lebih jauh pria yang akrab dipanggil Kang Prabu ini menyatakan, menjadi misi suci AAI yang dideklarasikan  para praktisi dan pemerhati seni angklung di Jawa Barat untuk memajukan angklung.

"Apalagi AAI akan menjadi wadah resmi pengembangan dan pelestarian angklung di Indonesia. AAI adalah wadah bagi pengembangan dan pelestarian angklung di Indonesia, dan terbuka untuk siapa saja yang ingin mendalami atau belajar angklung,” katanya.

AAI adalah sebagai upaya keseriusan masyarakat Jawa Barat khususnya untuk melanggengkan angklung sebagai seni tradisi khas Jawa Barat, yang telah diakui sebagai warisan tak benda oleh UNESCO PBB.

Baca Juga: Saung Angklung Udjo Terancam Bangkrut dan Tutup, Ini Reaksi Melly Goeslaw dan Armand Maulana

“AAI akan menjadi lembaga pelestari yang mewadahi berbagai aspirasi dan inovasi bagi pengembangan angklung. Kini saatnya AAI tampil terdepan menyelamatkan angklung dan para senimannya yang terkena dampak pandemi,” jelasnya.

AAI sendiri, kaya Gunawan,  didirikan pada tanggal 10 Juni 2015 dengan keanggotaan yang terus berkembang.

"Angklung telah menyatukan para seniman, pemerhati, penggemar bahkan masyarakat Jawa Barat dan Indonesia. Angklung merujuk ke Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi," katanya yang menambahkan  angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan non benda dari UNESCO sejak November 2010.

Baca Juga: Ini Langkah Menparekraf Sandiaga Uno untuk Bangkitkan Pariwisata, Saung Angklung Udjo Juga Dibantu

Tidak ada petunjuk pasti sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern.

"Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya," katanya.

Seiring perkembangan teknologi, ujar Gunawan, angklung juga berkembang pesat sehingga tak sebatas memakai bambu dan digoyangkan.

Baca Juga: Terpuruk, Ikon Seni Budaya Jawa Barat Saung Angklung Udjo harus Diselamatkan, Seniman Budayawan Angkat Suara

"Sudah berkembang luas angklung digital dan jenis lainnya. Namun tetap saja angklung dari bambu akan tetap hadir. Semoga kebun bambu sebagai bahan pembuat angklung juga ikut lestari," katanya.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler