Badawang: Kesenian Tradisional Ondel-Ondel dari Jawa Barat

- 8 Februari 2023, 07:00 WIB
Badawang: Kesenian Tradisional Ondel-Ondel dari Rancaekek
Badawang: Kesenian Tradisional Ondel-Ondel dari Rancaekek /dok. rancaekekkulon.desa.id/

 

JURNAL SOREANG - Belum ada sumber tertulis yang menyebutkan kapan pastinya kesenian Badawang muncul. Secarik informasi mengenai masa kemunculan awal kesenian ini setidaknya dapat dilihat dari sudut etimologis, istilah Badawang itu sendiri.

Kesenian Lingkung Seni Tumaritis atau Badawang adalah salah satu bagian dari hasil seni budaya Nasional yang tumbuh kembang di Jawa Barat. Dengan pada khususnya tersebar di daerah Kabupaten Bandung.

Lingkung Seni Tumaritis atau Badawang ini lahir, besar, dan hidup ditengah-tengah masyarakat Pedesaan yang berada di Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Lingkung Seni Tumaritis ini didirikan oleh (ALM) Bapak E Rachmat dan (ALM) Bapak Rumsadi, yang menjabat sebagai Lurah Sekar pada tanggal 20 Mei 1961.

Baca Juga: Meski Cap Go Meh telah Berakhir, 4 Shio Ini Masih Dialiri Hoki Rezekinya, Selalu Dibanjiri Cuan, Kaya di 2023!

Kesenian Badawang biasanya diselenggarakan sebagai pengisi upacara helaran atau pentas diatas panggung upacara khitanan, acara perkawinan, pagelaran peringatan Hari Jadi Kota/Kabupaten atau Kota Besar serta acara-acara memperingati pada hari-hari besar nasional. Baik tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi maupun nasional.

Gerak tari pada Kesenian Badawang ini adalah suatu perpaduan dari pada unsur kesenian yang ada dan berkembang di Jawa Barat seperti tari Keurseus, tari Pencak Silat, tari Benjang, dan tari Ketuk Tilu.

Badawang kerap disebut juga dengan seni Memeniran. Etimologi memeniran ini sebetulnya mengacu pada kata “Meneer”. Sebuah kata yang mengingatkan kita pada masa penjajahan Belanda, yaitu kata panggilan bagi seorang tuan atau petinggi Bangsa Belanda pada masa itu yang memiliki sosok tinggi besar.

Baca Juga: NGERI! Top 3 Weton Wanita yang Disegani Jin dan Akan Terima Gelombang Rezeki 2023, Kamu Salah Satunya?

Menurut Sierk Coolsma pada bukunya yang berjudul “Soendaneesch-Hollandsch Woordenboek” (1913: 89), bahwa Badawang adalah een pop ter grootte en van de gedaante van een mensch. (vgl. Bebegig). Yang memiliki arti, yakni boneka yang berukuran dan berbentuk seorang pria.

Dalam definisi tersebut, Sierk Coolsma menjelaskan bahwa penamaan Badawang ini merujuk kepada suatu makna yang sama atau memiliki persamaan dengan Bebegig. Arti bebegig sendiri adalah pop in de gedaante en ter grootte van een mensen, dienst doende bij optochten of als vogelverschrikker, yang berarti boneka dalam bentuk dan ukuran seseorang, melayani dalam parade atau sebagai orang-orangan sawah.

Menurut Dadang Ahdiat Nuryanto dalam bukunya yang berjudul “Kajian Hubungan Makna Kosmologi Rumah Tinggal Antara Arsitektur Tradisional Masyarakat Sunda Dengan Arsitektur Tradisional Masyarakat Bali (Penggalian kearifan lokal menuju pembangunan berbasis konsep bangunan hijau)” (2014:1).

Dijelaskan bahwa kata “Badawang” dalam bahasa Sunda diartikan sebagai sebuah sosok manusia tinggi besar. Penggunaan kata Badawang selain sebagai salah satu nama kesenian, juga digunakan salah satunya untuk penamaan ragam hias pada rumah dengan hiasan ikan besar yang dinamakan Badawang Sarat.

Baca Juga: Malas Harus Download Aplikasi yang Penuhi Memori? Kini Cukup dengan Buka Website Ini, Apa Saja?

Akan hal itu menjadi sebuah pencarian awal mula, bahwa kemunculan seni badawang kemungkinan besar mengarah pada upaya peniruan sosok Meneer yang biasanya berbadan besar. Dapat disimpulkan secara simplistik, bahwa mungkin saja kesenian ini sudah ada sejak masa kolonial, mengingat yakni kata meneer sendiri sudah tidak digunakan pada masa kini. Mungkin ada namun agaknya sudah jarang digunakan.

Kepastian dari tahun berapa atas kemunculan seni Badawang setidaknya dapat dilihat di wilayah Rancaekek Kulon. Menurut Silvia Maharani dalam Skripsi nya yang mengangkat tentang seni Badawang ini, yang diberii judul “Perkembangan Kesenian Tradisional Badawang di Rancaekek Kabupaten Bandung tahun 1961-2000” (2012:50), dikatakan bahwa telah tercatat seni Badawang dipergelarkan di daerah Rancaekek Kulon Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung pada tanggal 20 Mei 1961, yang bertepatan dengan hari ulang tahun Kodam Siliwangi yang ke-16 dan hari kebangkitan nasional ke-53.

Dalam buku Deskripsi kesenian Jawa Barat yang ditulis oleh Ganjar Kurnia (2003), disebutkan bahwa Badawang ini adalah kesenian yang mirip ondel-ondel Betawi, dimana sebuah boneka besar dengan pakaian perlente digendong/dipakai oleh orang dengan pakaian sederhana di dalamnya. Adapun kesenian Badawang biasanya dipertunjukkan pada rangkaian acara Helaran dari pertunjukan Benjang dan arak-arakan lainnya.

Pertunjukannya sendiri hanya iring-iringan Helaran, namun hanya dalam perkembangannya boneka Memeniran ini sering berjumlah lebih dari empat dengan variasi kostum boneka yang digendong dengan bermacam-macam profil. Ada orang kaya, bangsawan, orang asing, militer, dan lain-lain. Atraksi yang paling menarik dari memeniran adalah pada si penggendong. Si penggendong ini hanya diam, yakni sebuah boneka, yang digendong sebenarnya manusia, yang dimana dapat bergerak bebas, menari dan bersorak, bermain kipas, dan lain-lain.

Baca Juga: Simak! Anak Bahasa Wajib Tahu, Berikut 4 Perubahan Penting dari PUEBI ke EYD V

Wilayah persebaran Kesenian Badawang pada awalnya hampir menyebar di setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Namun saat ini, Seni Badawang terkonsentrasi di Kabupaten Garut, Sumedang, dan Bandung.

 Dalam perkembanganya, Badawang sebetulnya lebih menonjolkan unsur kamonesan (ketrampilan) dalam memainkan boneka. Sebab hal tersebut lebih banyak disukai apresiator/penonton. Beberapa figur yang sudah sangat dikenal masyarakat pada umumnya digunakan menjadi sebuah Badawang, seperti para Punakawan, yakni Semar, Cepot, Dawala, dan Gareng.

 Para karakter ini kerap digunakan dengan aksi-aksi yang menarik, seperti mulut boneka yang seolah-olah bicara, atraksi berjoget, menari, melambaikan tangan, bersorak, dan masih banyak lagi. Ditambah dengan penampilan atraksi kepala berputar, meliuk-liuk, berjoget dari Badawang Punakawan ini.

 Atraksi memainkan gerak boneka Bawang ini memang memerlukan persiapan mengingat berat kepala Badawang yang bisa mencapai 30 kilogram. Sementara itu, kerangka tubuh dan tangannya sendiri terbuat dari bahan kayu, rotan, bambu, plastik dan besi plat. Pada bagian penyangga kerangka boneka ini dilapisi oleh kain yang cukup tebal, dimana berfungsi agar pemain dapat nyaman menyangga boneka yang cukup berat tersebut. Dengan demikian, seorang pemain harus berbadan kuat dengan rata-rata usia harus di atas 20 tahun.

Baca Juga: 5 Ide Deep Talk yang Wajib Dicoba Kamu, Dijamin Nggak Bakal Cringe!

 Menurut Silvia Maharani, dia menjelaskan detail Badawang ini dalam skripsinya (2012: 57-58), bahwa para pemain Badawang biasanya berjumlah sekitar 4 – 9 orang. Seperti halnya pada sanggar/lingkung seni di Rancaekek Kulon Kabupaten Bandung.

 Mereka kerap menampilkan 4 hingga 9 pemain Badawang. Setiap pemain ini wajib menghafalkan karakter badawang yang akan dimainkannya. Salah satunya karakter badawang, yakni Gareng yang memiliki sifat brutal, radikal, pemarah, namun berhati jujur dan lugas serta kerap melakukan gerakan improvisasi seperti tari keurseus, yakni gedut, mincid, pakbang, benjang, dan juga pencak silat. Ada juga badawang Sukasrana yang memiliki karakter jujur, disiplin, tanggung jawab, baik hati dan kerap menarikan tari keurseus juga.

 Sebenarnya tokoh punakawan dalam seni Badawang bukan sebuah aturan bersifat baku. Oleh karena itu, karakter maupun bentuk kepala Badawang dapat dibuat sesuai improvisasi seni walaupun unsur kelucuan masih tetap mendominasi arah karakter Badawang. Hal ini terlihat dari Badawang pengantin sunda, haji, dan lain-lain.

 Selain pemain Badawang, diperlukan setidaknya 3 orang pemain lainnya untuk menjalankan bendi atau kuda. Kemudian 16 nayaga, 1 sinden, dan 1 orang dalang. Dari keseluruhan jumlah personil ini sebetulnya tidak bersifat baku. Sebab tergantung dari besar dan tidaknya sebuah helaran Badawang.

Baca Juga: Bukan Cuma The Glory, 4 Drakor Song Hye Kyo Ini Sayang untuk Dilewatkan Pecinta Drama! Udah Pernah Nonton?

 Musik pengiring yang digunakan dalam kesenian Badawang ini sama dengan musik pengiring pencak silat. Hanya saja kadang ditambah instrumen dog-dog dan bedug. Demikian juga denganlagu-lagu yang digunakan, yakni lagu Golempang dan Padungdung. Namun dewasa kini, lagu-lagu kawih pun telah digunakan pula, seperti lagu rayak-rayak, kembang beureum, juga termasuk lagu-lagu dangdutan yang tengah popular. Kini pengeras suara portable juga sudah dipergunakan dengan cara diusung menggunakan sebuah gerobak.

 Kesenian Badawang ini juga terkadang dikolaborasikan dengan kesenian tradisional lainnya, seperti seni reak, yang dasarnya juga mengusung boneka sebagai pemeran utama. Pada kolaborasi ini, seni reak melakukan atraksi tari mengiringi dan mengelilingi boneka Badawang. Selain kesenian reak, seni tari keurseus dan tari-tarian sunda lainnya juga dapat dikolaborasikan dengan kesenian Badawang ini. Hal ini dengan tujuan untuk lebih memeriahkan dan menarik minat apresiator/penonton pada setiap helaran.

 Setiap kesenian biasanya memiliki makna yang tersirat. Sama halnya dengan kesenian Badawang ini. Ada beberapa makna yang terkandung dalam seni pertunjukan Memeniran ini, yakni di antaranya:

1. Makna mistis, ini dapat terlihat dari sosok Badawang sebagai sebuah perlambang tradisi totemistik dari masyarakat agama asli Indonesia. Walaupun demikian, kondisi kekinian dari boneka Badawang sudah banyak mengalami perubahan yang merujuk pada keinginan guna mempertontonkan sebuah helaran yang segar dan ceria. Sehingga banyak perubahan yang diarahkan pada karakter Badawang yang terlihat kocak dan lucu, seperti halnya dengan penggunaan tokoh-tokoh Punakawan.

Baca Juga: Lima Penyebab Gempa Bumi di Turki Banyak Korban Jiwa, Kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono

2. Makna teatrikal, ini terlihat dari tampilan sejumlah memeniran dan para badawang lainnya. Terpampang sangat teatrikal sebab wujudnya yang karikatural dan besar dalam bentuk-bentuk yang dibuat lebih menonjol dari ukuran manusia biasa.

3. Makna universal, ini merujuk pada bentuk-bentuk Badawang dalam keberadaannya pada setiap etnik dan bangsa di dunia memiliki bentuk-bentuk ini.

Dengan demikian pemaparan mengenai kesenian Badawang dari Rancaekek Kulon, Jawa Barat. Semoga kesenian daerah seperti ini tetap eksis dan banyak dilestarikan oleh banyak anak muda masa kini.***

 

 

Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal SoreangFB Page Jurnal SoreangYouTube Jurnal SoreangInstagram @jurnal.soreang, dan TikTok @jurnalsoreang

 

Editor: Josa Tambunan

Sumber: Kemdikbud


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah