Di tengah kesedihan yang dalam, ia masih bisa mengambil hikmah dan membagi sebutir ilmu: Ternyata kebaikan kita saat hidup, akan menjadi bekal ketika kita meninggal.
Jutaan orang yang mendoakan Eril dan ikut bersedih, siapa yang bisa menggerakkan dan menggetarkan hati kita kecuali Allah?
“Kami semua mendoakan, Kang Emil. Juga ikut shalat gaib.” Ungkap Pak Hatta. Sambil meletakkan tangan kanan di dada, seraya menunduk, Kang Emil mengucapkan terima kasih. “Hatur nuhun.” Timpalnya dengan suara rendah.
.
Pagi ini saya mendapatkan hikmah yang luar biasa. Tentang kesabaran, tentang rasa syukur, tentang penerimaan terhadap ketetapan Allah, tentang tanggung jawab seorang pemimpin, tentang menjadi individu yang tidak mementingkan dirinya sendiri.
Sebelum pulang, saya pamit dan menyalami Kang Emil. “Kang, doa terbaik saya untuk Eril. Doa terbaik saya untuk Kang Emil dan keluarga.” Ujar saya.
Kang Emil yang sedang menggendong Arka, putera bungsu yang ia sebut seolah ‘disiapkan’ Allah sebagai penghibur dan penyejuk hati dua tahun sebelum kepergian Eril, tersenyum dan menimpali saya. “Terima kasih, Fahd.
Terima kasih juga kemarin atas tulisannya.” Ya Allah, sehangat dan sepeka itu seorang Ridwan Kamil?
Tentu kita semua belajar dari seorang Ridwan Kamil. Dan Ridwan Kamil belajar dari almarhum puteranya, Eril.***