Miris! Beginilah Kehidupan Di Desa Suku Kayan Thailand, Ini Bukan Tempat yang Menyenangkan

- 23 November 2021, 22:48 WIB
Miris! Beginilah Kehidupan Di Desa Suku Kayan Thailand, ‘Ini Bukan Tempat yang Menyenangkan’
Miris! Beginilah Kehidupan Di Desa Suku Kayan Thailand, ‘Ini Bukan Tempat yang Menyenangkan’ /

JURNAL SOREANG –Seorang fotografer bernama Charlotte Curd mengetahui ada etika yang dipertanyakan di balik layar desa Suku Kayan Thailand, yang biasa disebut sebagai tempat wisata.

Suku Kayan berada dekat dengan perbatasan Thailand dan Myanmar, banyak turis yang berjalan-jalan menapaki desa kuno tersebut.

Mereka ingin melihat dan berfoto bersama wanita yang berada di Suku Kayan, yang biasa tinggal di deretan gubuk kayu.

Wanita suku Kayan terkenal dengan gulungan kuningan yang tampak memanjang di leher dan kaki mereka.

Baca Juga: Mengejutkan! Suku Kayan Hanya Boleh Melepas Cincin Leher Panjangnya 3 Kali Seumur Hidup

Mereka tersenyum sopan saat bertemu dengan para turis sambil menenun syal sutra atau bermain gitar dan bernyanyi.

Suku Kayan adalah pengungsi dari Myanmar, seorang fotografer asal Selandia Baru, Charlotte Curd berkata “ini bukan tempat yang menyenangkan” katanya.

Ia mengunjungi salah satu desa yang bernama Baan Pa Oo, dekat Chiang Rai pada 2016.

Curd mengatakan uang yang dibayarkan kepada pemandu wisata untuk memasuki desa tersebut, ternyata bukan penghuni Kayan.

Baca Juga: Mengejutkan! Ternyata Ini Alasan Wanita Suku Kayan Suka Memanjangkan Lehernya, Berani Coba?

Melainkan seorang wanita yang menggunakan cincin leher panjang dan digaji sekitar USD 60 per bulan.

Bahkan ketika musim sepi dan turis tidak datang, mereka terkadang tidak dibayar apa-apa.

“Saya merasa mereka tidak punya pilihan untuk berada di sana dan hanya untuk dilihat lalu di foto” kata Curd tentang perempuan dan anak-anak di Kayan.

Curd meninggalkan desa dengan perasaan sedih yang mendalam, mempertanyakan apakah seharusnya sejak awal dia harus membayar untuk pergi ke sana.

Baca Juga: Mengulik Sisi Lain Dunia Dari Suku Kayan, Orang Berleher Panjang Yang Terlantar Di Thailand

Seorang wanita dari suku Kayan bernama Mu Lo, yang memiliki nama panggilan Zember (bukan nama sebenarnya), kini tinggal di Nelson bersama keluarganya.

Ia telah berjuang selama 4 tahun untuk pergi ke Selandia Baru, setelah sebelumnya ia harus tinggal bersama 50 keluarga dari suku Kayan yang lain dalam sebuah desa wisata Huay Pu.

Saat berusia empat tahun dia mealrikan diri dari kekerasan di Burma dan tiba di Nai Soi pada tahun 1989.

Pada 2008, Zember menceritakan situasi di desa suku Kayan pada sebuah situs Huay Pu Keng “Kita tidak punya listrik, sanitasi toilet, atau telepon.”

Baca Juga: Kesaksian Wanita Suku Kayan yang Nekad Melepas Cincin Leher Panjang, Upah Dipotong Hingga Tak Dibayar?

“Rumah kita terbuat dari kayu dan dedaunan, kita tidak bisa pindah karena tidak punya uang dan kami adalah pengungsi sehingga kami tidak dapat memiliki tanah atau pekerjaan” lanjutnya.

Ia masih meneruskan ceritanya “Para turis mengira kami adalah orang-orang primitif, bahkan mereka mengatakan kalau kami tidak ingin melihat jalan yang bagus, desa yang bersih atau apapun yang modern.”

“Jadi kita harus hidup seperti ini untuk menyenangkan para turis” jelasnya.

Zember mengatakan dia merasa terkekang oleh pemilik tanah yang membawa turis ke desanya.

Baca Juga: Ngeri! Rela Nahan Sakit Ternyata Segini Berat Cincin Leher Panjang Wanita Suku Kayan

“Saya muak tersenyum untuk para turis, mereka mengatakan beberapa hal buruk tentang kami karena mereka menganggap kita tidak memahami mereka, padahal saya tahu mereka menertawakan budaya kami dan menanyakan pertanyaan yang sama sepanjang waktu. Ini sangat membosankan.”

Pada tahun 2005, ia melamar untuk pindah ke Selandia Baru sebagai pengungsi dan diterima pada awal tahun 2006.

Setelah pemeriksaan kesehatan pada bulan Juni di tahun yang sama, dia diberitahu bahwa ia dapat pindah ke Selandia Baru pada bulan Juli.

Tetapi pada tahun 2007, pihak berwenang Thailand diduga elah memblokir usahanya untuk pergi, dengan mengatakan bahwa karena ia tinggal di desa wisata, di luar kamp pengungsi resmi, dia tidak memiliki hak untuk melamar.

Baca Juga: Di Ambang Kepunahan Inilah 10 Fakta Menarik Tentang Suku Kayan Orang Berleher Panjang

Sebagai bentuk dari protesnya, Zember melepaskan gulungan kuningan yang berat dari leher dan kakinya.

“Saya mencintai budaya saya, tetapi tradisi kami yang membuat saya menjadi tawanan. Kami menyesal membuang budaya kami, tetapi kami terpaksa melakukan ini karena situasi kami.”

Setelah intervensi oleh kedutaan Selandia Baru di Bangkok, akhirnya Zember dan keluarganya dapat menetap di Nelson, hingga hari ini.***

Editor: Sarnapi

Sumber: RNZ


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah