Malang Benar, Gegara Menghina Raja Thailand, Wanita Ini Divonis Penjara 43 Tahun

- 18 November 2021, 02:01 WIB
Malang Benar, Karena Menghina Raja Thailand, Wanita Ini Divonis Penjara 43 Tahun
Malang Benar, Karena Menghina Raja Thailand, Wanita Ini Divonis Penjara 43 Tahun /Business Insider

JURNAL SOREANG - Gejolak politik masih terjadi di Thailand. Tuntunan untuk menghapus monarki masih gencar dilakukan para aktivis pro-demokrasi.⁣

Setidaknya ada 155 orang yang didakwa menghina kerajaan sejak tahun lalu.

Salah satunya ialah Anchan, perempuan 63 tahun yang dijatuhi hukuman penjara 43 tahun karena podcast-nya dianggap menghina monarki.⁣

Baca Juga: Polisi Tetapkan Lima Tersangka, terkait Kasus Mafia Tanah Nirina Zubir

Mantan pegawai negeri sipil yang hanya dikenal sebagai Anchan itu memposting klip audio dari podcast di media sosial.

Wanita itu mengaku hanya membagikan file audio dan tidak mengomentari kontennya.

Namun hukum lèse-majesté Thailand, yang melarang penghinaan apa pun terhadap monarki, termasuk yang paling ketat di dunia.

Baca Juga: Terima Paket Sembako Usai Divaksin, Warga Antusias Ikut Gebyar Vaksinasi di Ciluluk Kabupaten Bandun

Awalnya, Anchan dijatuhi hukuman 87 tahun, tetapi hukuman itu dipotong setengah karena pengakuan bersalahnya.

Anchan termasuk di antara 14 orang yang dituduh melakukan lèse-majesté tak lama setelah junta militer merebut kekuasaan pada tahun 2014, bersumpah untuk membasmi kritik terhadap monarki.

Sistem monarki memang tidak cuma berlaku di Thailand saja. Tapi, apakah sistem monarki masih relevan di jaman sekarang?⁣

Baca Juga: Dalam Tahap Penyelidikan, KPK Masih Dalami Dugaan Kasus Garong Uang Rakyat Penyelenggaraan Formula E

⁣Selain penolakan yang terjadi di berbagai negara soal sistem ini, monarki di Thailand ini semakin diperparah oleh junta militer.

Dilansir dari Narasi Newsroom, saat ini setidaknya ada 40-an monarki dengan variasi jenisnya di dunia.

Raja Salman di Arab Saudi misalnya. Ia memegang posisi sebagai perdana menteri.

Namun ada juga monarki yang mendapat penolakan dari publik. Spanyol dan Swedia, adalah dua negara yang warganya paling ingin menghapuskan monarki.

Baca Juga: Aliran Uang Azis Syamsuddin untuk Robin Pattuju Didalami, Berikut Keterangan KPK

Salah satu yang kerap jadi argumen unntuk menolak monarki adalah mahalnya ongkos untuk membiayai hidup keluarga kerajaan.

Namun, ada temuan yang menyebut kalau negara dengan sistem monarki juga memberi dampak ekonomi yang tak sedikit.

Masalahnya monarki di Thailand berdampingan dengan junta militer yang otoriter.

Banyak permasalahan politik Thailand hari ini, bermula dari proses demokratisasi yang tak tuntas pada 1932 silam.

Baca Juga: Hendak Tawuran, Polisi Ringkus Lima Remaja Geng Jemcy bawa Sajam di Depok

Tahun itu, Partai Rakyat melakukan kudeta yang mengakhiri monarki absolut Thailand.

Namun partai itu tak membagi kekuasaan pemerintah dengan kelompok lain.

Imbasnya, rakyat Thailand harus menunggu 14 tahun untuk melaksanakan pemilu legislatif dan partai politik alternatif.

Baca Juga: 10 Gedung Pencakar Langit Pertama di Dunia, Gedung Pertama Hanya Miliki Tinggi 16 Meter!

Kudeta militer yang terjadi pada 1957, membuat posisi kerajaan menguat.

Jenderal Sarit Thanarat yang ketika itu mengambil alih kekuasaan memanfaatkan aliansi dengan kerajaan untuk mengukuhkan kekuasaannya.

Seiring waktu, istana mempromosikan citra kebajikan Raja Bhumibol yang waktu itu berkuasa sebagai identitas sentral Thailand.

Baca Juga: 3 Cara agar Harta Kita Memberikan Manfaat Dunia dan Akhirat, Harta Juga Bisa Dibawa Mati

Persoalan lalu muncul saat Raja Bhumibol meninggal dunia di 2016.

Penggantinya, Maha Vajiralongkorn memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda.

Ia mengkonsolidasi kekuatan politik dan mengambil aset dari perusahaan besar. Unit militer terkuat di Bangkok juga ia ambil alih.***

 

 

Editor: Ghulam Halim Hanifuddin

Sumber: Narasi Newsroom


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah