Penderitaan Warga Gaza Akibat Serangan Israel, dari Mulai Kekurangan Makanan hingga Air Bersih untuk Minum

- 18 Mei 2021, 08:54 WIB
Ilustrasi seorang warga Palestina meratapi salah satu gedung yang hancur dihantam rudal Israel.
Ilustrasi seorang warga Palestina meratapi salah satu gedung yang hancur dihantam rudal Israel. /REUTERS/Ashraf Abu Amrah.

JURNAL SOREANG - Pengeboman Israel di Jalur Gaza Palestina hingga minggu kedua, telah menewaskan sedikitnya 201 warga Palestina.

Menurut Otoritas kesehatan Gaja, dari jumlah tersebutk 58 anak-anak dan 35 wanita. Serangan ini juga mengakibatkan 1.300 orang lainnya terluka.

Sementara Israel telah melaporkan sedikitnya 10 orang, termasuk dua anak, tewas dalam serangan roket yang dilakukan oleh Hamas, kelompok Palestina yang menguasai Gaza.

Baca Juga: Sosok Pacar Bos Ruangguru Terungkap, Belva Devara Kepincut Wanita Finalis Putri Indonesia 2019

Bukan hanya korban tewas, serangan Israel juga membuat penduduk palestina di Gaza menderita. Mereka harus mengungsi untuk mencari perlindungan.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 38.000 warga Palestina di Gaza telah mengungsi secara internal, dan mencari perlindungan di 48 sekolah UNRWA di seluruh wilayah pesisir.

Angka tersebut mencakup setidaknya 2.500 orang yang rumahnya hancur total dalam pemboman Israel.

Baca Juga: Seorang Pria Bobol Kotak Amal Dua Masjid di Cimahi, Aksinya Terekam CCTV

Dalam pernyataan singkatnya pada hari Senin 17 Mei 2021, juru bicara UNRWA Adnan Abu Hassan mengatakan, badan tersebut telah mulai menyediakan beberapa kebutuhan dasar bagi keluarga pengungsi.

"Kami sangat membutuhkan dukungan," katanya.

Penderitaan ini dirasakan Majda Abu Karesh, seorang ibu dari tujuh anak yang rumahnya di Beit Lahia telah dihancurkan. Ia mengatakan keluarganya harus mengurus diri sendiri terkait kebutuhan pokok.

Baca Juga: 5 Salah Kaprah Masyarakat Tentang Konflik Israel-Palestina, Masih Banyak yang Nyinyir Kepada Pejuang Hamas

"Ini adalah perang keempat kami harus mencari perlindungan di sekolah," katanya kepada Al Jazeera.

“Selama lima hari sekarang kami telah tidur di lantai kosong, dan kami belum menerima makanan atau persediaan apa pun dari UNRWA. Bahkan tidak ada air minum yang bersih, dan toiletnya berantakan," ujarnya.

Sementara Shaher Barda, yang terpaksa meninggalkan Shujaiya dengan keluarganya hanya dengan pakaian di punggung mereka mengatakan, agen pengungsi tidak "terlalu peduli" dengan situasi mereka.

Baca Juga: Pemerintah Dinilai Gagal Jalankan Kebijakan Larangan Mudik 2021, DPR Segera Panggil Menhub

“Kami mengumpulkan sendiri, dan setiap orang membayar 1 syikal ($ 0,30) agar kami dapat membeli cukup air,” katanya.

"Kami di sini bukan karena pilihan, tetapi karena rumah kami bukan tempat perlindungan bom dan tidak ada yang bisa selamat dari serangan gila Israel," ujarnya.

Sementara Suheir al-Arbeed sambil Menggendong bayinya yang baru lahir terus membuat daftar kebutuhan dasar yang mereka kurang.

“Kami membutuhkan makanan, pakaian, selimut, kasur dan susu,” Katanya.

Baca Juga: Enzy Storia Punya Channel YouTube, Mengaku Bahagia Bisa Trending ke 40

Al-Arbeed yang melahirkan dua minggu lalu, mengatakan kepada Al Jazeera dalam wawancara telepon, punggungku sakit karena tidur di atas selimut tipis di lantai.

"Saya harus meminta popok orang lain untuk anak saya," ujarnya.

"Aku mencoba menyusui dia tapi dia masih lapar dan terus menangis," tambahnya.

Pria berusia 30 tahun itu termasuk di antara ratusan keluarga yang tinggal di utara dan timur Gaza yang meninggalkan rumah mereka pada Kamis malam, ketika tembakan artileri Israel yang hebat dan pemboman udara mengguncang tanah di bawah kaki mereka.***

Editor: Sam

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x