Danau Nyos: Sebuah Danau Mematikan di Afrika yang telah Memakan Korban 1.700 Jiwa Manusia dan 3.500 Ternak

12 Februari 2023, 11:57 WIB
Danau Nyos, Sebuah Danau Mematikan di Afrika /Instagram @Solincos/

 

JURNAL SOREANG - Danau Nyos adalah danau luas yang berada di kawasan Kamerun, Afrika Barat. Kedalaman danau nyos ini mencapai 157 meter dengan bagian terdalamnya yakni 208 meter. Ada banyak penduduk yang tinggal di lembah sekeliling danau Nyos tersebut.

Namun, pada tahun 1986, terjadi keanehan di pemukiman penduduk itu. Sekitar 1700 orang dan 3500 hewan ternak meninggal secara mendadak dan bersamaan. Anehnya, semua penduduk yang meninggal itu tewas dalam posisi ketika sedang melakukan pekerjaan sehari-hari.

Dimana ada yang tewas sambil memompa air, sedang memasak, lalu ada juga yang tewas ketika sedang meminum segelas air. Beberapa orang yang selamat dari peristiwa itu menceritakan apa yang terjadi pada hari orang-orang tersebut meninggal.

Baca Juga: Kebimbangan Melanda Korban yang Selamat dari Gempa Turki, Berikut Curhatan Hatinya

Warga yang selamat menyatakan bahwa pada malam sebelum kejadian itu terjadi, udara tiba-tiba terasa hangat dan tercium bau seperti telur busuk. Masyarakat tidak terlalu memperdulikan kejadian tersebut. Namun secara tiba-tiba keesokan paginya, banyak mayat yang bergelimpangan ketika mulai sibuk dengan aktivitas harian mereka.

Tidak ada yang tahu pasti apa yang menjadi penyebab kematian yang aneh itu. Namun para ahli menemukan, kalau warna air Danau Nyos berubah dari bening menjadi warna oranye terang. Untuk mencari jawaban, para ahli kemudian meneliti Danau Craten di Oregon. Danau ini adalah danau terluas nomor tujuh di dunia. Luasnya mencapai 50 km persegi dengan kedalaman 594 meter.

Danau Craten menampung sekitar 19 triliun liter air. Sekitar 7700 tahun yang lalu, Gunung Mazame di tempat itu meletus dan melemparkan puncak gunungnya. Kawah inilah yang kemudian membentuk Danau Craten. Namun, ternyata aktivitas gunung Mazame masih tetap mempengaruhi danau tersebut. Disebabkan di bawah danau tersebut ternyata masih terdapat kolam-kolam bekas magma yang masih tetap panas.

Baca Juga: Tes Kepribadian : Ungkap Sisi Positif dan Negatif Dirimu dengan Melihat Apa yang Kamu Temukan, Cocokkan Ya

Para ahli menemukan bahwa suhu air di dasar danau lebih hangat beberapa derajat, dan kadar garamnya juga sepuluh kali lebih pekat. Yang tak disangka ternyata mengandung banyak CO2. Dimana CO2 ini kemudian merembes dari celah-celah kerak bumi dan menuju ke kawah yang kini telah menjadi danau.

Namun, keberadaan air telah menghalangi CO2 itu naik ke udara. Jikalau ada sedikit yang terlepas, masih bisa hilang terbawa hembusan angin. Sehingga tidak akan terlalu membahayakan.

Proses pergantian musim pula sangat mempengaruhi. Pada musim dingin, perputaran air akan terdorong ke bawah disebabkan suhu dibawah lebih hangat. Dan sebaliknya pada musim panas, perputaran air akan naik ke atas.

Baca Juga: Tes Kepribadian : Pilihan akan Mengungkapkan Orang Seperti Apa Kamu? Cek Selengkapnya di Sini

Siklus inilah yang kemudian membuat munculnya lapisan-lapisan air yang berbeda akan kadar kepadatannya. Lapisan air yang paling bawah lebih pekat daripada yang diatas. Di dalam lapisan air yang paling bawah inilah CO2 yang mengalir dari dasar bumi itu tertahan.

CO2 tidak bisa naik lebih tinggi disebabkan oleh perbedaan kepekatan air di lapisan atasnya. Akan hal itu membuat CO2 ini berkumpul dan terakumulasi selama puluhan tahun dan menjadi sangat banyak di lapisan air yang paling bawah.

Fenomena seperti ini pula ditemukan pada Danau Horseshoe. Dimana danau ini berukuran lebih kecil dari Danau Craten. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitar danau itu mengering dan akhirnya mati.

Baca Juga: Ada-ada Saja! Presiden Tawar Harga Barang di Pasar Batuphat Timur, tapi Membayar Dua Kali Lipat

Setelah diselidiki, ternyata kadar CO2 di danau ini pun mencapai 100 ton/hari dan meresap ke tanah. Inilah yang membuat pohon-pohon di sekitar danau tersebut akhirnya mati. Para ahli kemudian melakukan percobaan dengan menggali sedikit tanah yang berada di tepi danau tersebut, yang kemudian mereka mencoba untuk menyalakan api.

Namun tak disangka, akibat pekatnya kadar CO2 di dalam tanah, api langsung padam begitu didekatkan dengan tanah telah digali tersebut. Ternyata akumulasi CO2 yang sudah sangat banyak di danau Horseshoe ini akhirnya meluap dan menyebabkan danau itu menjadi sangat berbahaya.

Namun, kadar CO2 di Danau Horseshoe tidak terlalu membahayakan bagi manusia. Hal ini disebabkan oleh batas kadar yang membahayakan adalah 1,75 juta ton. Dan ini hanya akan terjadi pada peristiwa gunung meletus.

Baca Juga: Banyak Kisah Ketika Presiden Jokowi Ajak Pemimpin Redaksi Media Massa Blusukan ke Pasar di Kota Medan

Penemuan-penemuan tersebut yang kemudian dapat membantu para ahli untuk dapat menyimpulkan apa yang terjadi pada Danau Nyos. Malam hari sebelum peristiwa itu, ada sebuah tebing di tepian danau, runtuh dan masuk ke air.

Diperkirakan reruntuhan tebing ini telah mengguncang lapisan-lapisan air. Yang dimana menghasilkan lapisan paling dasar yang dipenuhi dengan CO2 menjadi pecah dan mengalirkan CO2 dalam jumlah besar ke permukaan danau.

Dimana keesokan paginya aliran CO2 ini kemudian memasuki wilayah pemukiman penduduk. Disebabkan oleh CO2 tidak berwarna dan tidak berbau, penduduk tidak menyadari kedatangannya. Itulah yang menyebabkan mengapa banyak penduduk yang tewas ketika sedang mengerjakan kegiatan hariannya.

Baca Juga: Pasar Tradisional Kalah dengan Pasar Modern? Ini Kunci Sukses Menurut Presiden agar Pasar Tradisional Bersaing

Harus diketahui bahwa CO2 ini seperti pembunuh yang mengintai kita diam-diam. Mungkin hanya segelintir orang saja yang dapat menyadari adanya bahaya tak kasat mata yang terdapat di dasar danau yang terlihat sangat indah dari permukaannya itu.

Tanpa mereka sadari, bahwa mereka telah menghirup CO2 yang berasal dari lapisan paling dasar danau tersebut, yang dimana telah terakumulasi lamanya disana, selama puluhan tahun. Menimbulkan kematian yang mereka sama sekali tak sadari sedari awal apa penyebabnya.***

 

 

Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal SoreangFB Page Jurnal SoreangYouTube Jurnal SoreangInstagram @jurnal.soreang, dan TikTok @jurnalsoreang

 

Editor: Josa Tambunan

Sumber: Berbagai sumber

Tags

Terkini

Terpopuler