Mahasiswa Tajikistan Hadir di PCI, Berkisah Kondisi Negaranya yang Muslim tapi Kondisi Miris Ini yang Terjadi

3 April 2024, 07:05 WIB
Tiga mahasiswa asal Tajikistan hadiri kegiatan Pesantren Ramadhan SMP Prima Cendekia Islami (SMP PCI) 1445 H, Senin 1 April 2024. /Istimewa /

JURNAL SOREANG - Tiga mahasiswa asal Tajikistan hadiri kegiatan Pesantren Ramadhan SMP Prima Cendekia Islami (SMP PCI) 1445 H, Senin 1 April 2024.

Ketiganya hadir dalam kegiatan sharing session setelah pelaksanaan salat tarawih di Masjid Ulul Albab SMP PCI Baleendah.

"Kami sengaja mengundang para mahasiswa asal Tajikistan untuk dapat berbagi pengalaman mereka tentang pelaksanaan ibadah puasa di Tajikistan, kehidupan keislaman di Tajikistan, dan pengalaman mereka selama di Indonesia, serta hal-hal lain yang dapat menjadi wawasan baru bagi para siswa kami," ungkap Prof. Dadan Wildan, M. Hum Ketua Yayasan Pendidikan Prima Cendekia Islami.

 

Ketiga mahasiswa asal Tajikistan itu saat ini sedang menempuh pendidikan di Univertas Pendidikan Indonesia (UPI). Ketiganya berbagi pengalaman tentang pelaksanaan ibadah puasa di Tajikistan dan saat berada di Indonesia.

"Di sini kami sudah tinggal satu tahun setengah, dan kami rasakan melaksanakan puasa di Indonesia lebih mudah dari segi cuaca dan juga waktu pelaksanaan," ujar Saidamirdoza Mujtabo.

Mujtabo juga bercerita mengenai negaranya. Menurut Mujtabo, Republik Tajikistan sebuah negara pecahan Uni Soviet yang berdiri tahun 1991.

Baca Juga: Malam Bina Insan Akhiri Pembelajaran di SMP PCI, Berikut Bentuk Acaranya yang Unik

Negara ini berada di Asia Tengah, berbatasan dengan Afganistan di selatan, Republik Rakyat Tiongkok di timur, Kirgizstan di utara, dan Uzbekistan di barat. Kondisi geografisnya merupakan dataran tinggi yang tidak berbatasan dengan laut.

"Tajikistan bukanlah negara besar, jumlah penduduknya sekitar 10 juta jiwa, termasuk ke dalam etnis Tajik yang berbahasa Tajik," ujar Mujtabo.

"Penduduk Tajikistan mayoritas beragama Islam atau sekitar 96 persen. Namun, meskipun Islam adalah agama mayoritas di negeri kami, tetapi pemerintah secara resmi membatasi praktik kegiatan Islam dan agama lainnya, seperti berjanggut, berhijab hingga pakaian islami," ujar Mujtabo.

 

Sementara itu, Nekruz menceritakan dalam awal kedatangannya di Indonesia, mereka tidak memungkiri mengalami shock culture baik dalam mengikuti perkuliahan ataupun interaksi sosial.

"Awal kami datang, kami tidak dapat berbahasa Indonesia, kami komunikasi menggunakan bahasa Inggris. Masyarakat Indonesia, dapat kami katakan orangnya baik bak dan sangat ramah serta mudah untuk diajak berkomunikasi. Kami senang berada di Indonesia", ujar Nekruz.

Yahyo teman Nekruz mengungkapkan rasa senangnya dapat berkuliah di Indonesia. Awalnya dia berencana kuliah di Jerman, namun mendapat informasi dari gurunya dan seniornya yang pernah kuliah di Indonesia, kuliah di sini lebih nyaman bagi kami yang muslim.

Baca Juga: Setelah Diresmikan Kang DS Dua Tahun Lalu, Begini Kondisi Ssekarang SMP PCI di Baleendah

"Alhamdulillah kami senang berada di tengah tengah masyarakat Indonesia, utamanya bersama masyarakat Bandung dan para mahasiswa UPI," ujar Yahyo.

Para siswa terlihat begitu antusias dalam sharing session tersebut. Banyak pertanyaan yang siswa ajukan kepada mereka.
"Apa yang menjadi alasan memilih Indonesia untuk melanjutkan kuliah?" ujar salah satu siswa.

Alasan mereka memilih Indonesia karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sehingga bagi mereka hal tersebut dapat memudahkan dalam proses adaptasi selama berada di Indonesia.

 

"Banyak masyarakat Tajikistan yang mengambil beasiswa untuk meneruskan kuliahnya di Indonesia." Kata Yahyo.

Kegiatan diakhiri dengan penyerahan cinderamata dan foto bersama. Selesai sharing session para siswa SMP PCI Peserta pesantren Ramadhan melanjutkan dengan beritikaf hingga sahur bersama. 

alhamdulillah usai shalat subuh, dapat menghatamkan pembacaan Al-Qur'an 30 juzz sebagai bagian dari program khataman Qur'an harian di sekolah.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler