Hai Warga Kabupaten Bandung, Mulai Sekarang Tangani Sampah di Rumah Sendiri, Ini Penjelasan Pemerintah

3 Januari 2022, 11:41 WIB
YULA Zulkarnain, Kebala Bidang Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung, saat memberikan keterangan terkait pengelolaan sampah. /Rakhmat Margajaya /Jurnal Soreang

JURNAL SOREANG - Bicara tentang sampah, bukan hanya menyangkut soal teknologi, tapi juga soal budaya atau perilaku masyarakat. Demikian kata Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kabupaten Bandung, Yula Zulkarnain.

Bahkan, budaya atau perilaku masyarakat lebih krusial daripada teknologi pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung.

Betapa tidak, sebagai produk dari perilaku budaya masyarakat, sampah lebih arif jika ditangani secara personal ketimbang hanya mengandalkan teknologi pengelolaan sampah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bandung.

Baca Juga: Waw! Awal Tahun 2022 Cukai Tembakau Naik, Simak Ini Daftar Kenaikan Harga Rokok Terbaru

“Kan menumpuknya sampah yang begitu banyak itu berasal dari sekian ratus KK (kepala keluarga), orang, jiwa. Bila ditangani oleh masing-masing rumah sebetulnya sudah bisa selesai,” kata Yula Zulkarnain kepada Jurnal Soreang, Senin 3 Januari 2022.

Yula mengatakan, setiap hari warga Kabupaten Bandung menghasilkan 1.321 ton sampah dengan perhitungan per orang menghasilkan 0,4 kilogram sampah.

Untuk mengangkut beban tersebut setiap hari, Pemerintah Kabupaten Bandung merasa kewalahan, karena terbentur oleh keterbatasan jumlah armada dan jarak tempuh ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang cukup jauh.

Selain jauh, waktu operasional TPA pun kini lebih terbatas lagi. Dulu, buka sampai jam sepuluh hingga dua belas malam, kini jam enam sore sudah ditutup alias tidak melayani armada pembuangan sampah.

Baca Juga: Negara Baru Tetangga Indonesia Ini Disebut Akan Menjadi Pesaing Bali, Simak Faktanya

Dengan kondisi tersebut, armada pengangkutan sampah Kabupaten Bandung kerap menginap di sekitar TPA hanya demi membuang satu truk sampah.

“Kabupaten Bandung belum punya TPA sendiri. Kerap sopir kita nginep di sana hanya untuk membuang satu truk sampah,” ujar Yula Zulkarnain.

Mengingat keterbatasan itu, maka upaya penyadaran terhadap masayarakat, yang terkait budaya perilaku itu, menjadi lebih penting dari sekedar mengandalkan pola ortodoks seperti yang selama ini terjadi.

Pola ortodoks adalah cara berpikir masyarakat tentang sampah dengan skema kumpul, angkut, buang. Pola ini dipandang buruk karena membuat masyarakat pasif dalam pengelolaan sampah.

Baca Juga: 6 Tempat Wisata di Indonesia yang Mendunia Karena Keindahannya, Salah Satunya Adalah Kawah Ijen

“Pemikiran tentang sampah dengan pola ortodoks, pola darurat, kumpul angkut buang, kumpul angkut buang, ini akan membutuhkan biaya yang sangat mahal. Rasanya pemerintah tidak akan mampu,” ucapnya.

Salah satu upaya pemerintah dalam penyadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah, Pemerintah Kabupaten Bandung telah membangun banyak bank sampah tematik.

“Upaya ini diharapkan dapat menumbuh-kembangkan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah, karena kalau tidak bekerja bareng antara pemerintah dan masyarakat, kayaknya pemerintah takkan mampu,” tutur Yula.

Dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat, maka takkan ada yang namanya tempat pembuangan sampah (TPS) liar, karena sampah sudah tertangani di rumah sendiri, sehingga warga tidak lagi membuang sampah ke sembarang tempat. ***

Editor: Rustandi

Tags

Terkini

Terpopuler