Meski Akui Dipesan, LSI Denny JA Tegaskan Tak Akan Pernah Memanipulasi Data dan Membohongi Publik

9 Desember 2020, 19:41 WIB
Calon Bupati Bandung, Dadang Supriatna berpelukan dengan tim pendukung saat mengetahui keunggulan perolehan suara melalui hitung cepat versi LSI Denny JA pada ajang pemilukada Kabupaten Bandung tahun 2020, di kediamannya di Baleendah, Kabupaten Bandung, Rabu, 9 Desember 2020. /Sam/Jurnal Soreang

JURNAL SOREANG - Sekalipun dibiayai oleh pihak tertentu, sebuah lembaga survei harus tetap mempertahankan objektivitas dan tidak boleh membohongi publik.

Kebohongan publik, justru akan menjatuhkan kredibilitas dan membuat lembaga tersebut tidak akan lagi dipercaya masyarakat dan tidak akan dipakai oleh siapapun ke depannya.

Hal itu ditegaskan oleh peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Muhammad Khotib saat ditemui seusai mengumumkan hasil quick count Pilkada Kabupaten Bandung di kawasan Baleendah, Rabu 9 Desember 2020.

Baca Juga: Memimpin Perolehan Suara di Pilkada, Saatnya Panjatkan Doa Syukur

Dalam quick count itu sendiri, LSI Denny JA menyebutkan bahwa paslon nomor urut 3 Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan (Bedas) menang dengan raihan suara sekitar 56 persen.

Hasil quick count tersebut juga tidak berbeda jauh dengan hasil survei LSI Denny JA terhadap tingkat elektabilitas para paslon Pilkada Kabupaten Bandung sepekan dan tiga pekan sebelum pencoblosan.

Khotib tidak menutup mata jika ada anggapan bahwa hasil itu dinilai subjektif, karena LSI Denny JA dituding mendapat biaya dari kubu paslon Bedas.

Baca Juga: Paslon Kurnia Agustina-Usman Sayogi (NU) pun Klaim Kemenangan dengan Raihan Suara 53 persen

"LSI itu memang dipesan, survei kita itu ada yang memesan. Tetapi tidak sekalipun kami tidak pernah menerima pihak yang memesan hasilnya," tutur Khotib.

Pesanan, kata Khotib, memang wajar karena untuk melakukan survei jelas butuh pendanaan.

Namun bicara hasil, Khotib menegaskan bahwa LSI tidak pernah sekalipun merekayasa atau memanipulasi data survei hanya untuk kepentingan pemesan.

Baca Juga: Tak Hanya Di Quick Count, Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan (Bedas) Juga Unggul di Real Count KPU

"Karena itu adalah kitab suci kami, yang namanya akurasi. Dan kredibilitas kami juga penting untuk dijaga agar tetap bisa menjadi rujukan publik," kata Khotib.

Khotib menegaskan, ketika sebuah lembaga survei mempublikasikan data ke publik, ada pertanggungjawaban yang harus dipikul.

"Tidak ada kebohongan, tidak ada manipulasi data yang dilakukan dan disebarluaskan ke masyarakat," tutur Khotib.

Baca Juga: Calon Bupati Bandung Dadang Supriatna, Tidak Ada Lawan Melainkan Sebagai Teman

Terlebih, kata Khotib, LSI Denny JA saat ini tergabung dalam Asosiasi Riset Opini Publik (Aropi) dengan sederet kode etik yang tidak boleh dilanggar.

Ketika ada kesalahan atau pelanggaran kode etik seperti manipulasi data, maka akan ada sanksi yang harus ditanggung.

"Sama seperti wartawan ada asosiasi profesinya seperti PWI dan lain-lain. Jika melanggar kode etik jelas akan ada teguran dan sanksi," ujar Khotib.

Baca Juga: Anak Presiden Jokowi Unggul Jauh dalam Pilkada Solo

Di sisi lain, menurut Khotib, yang paling parah adalah kepercayaan publik akan jatuh dan membuat sebuah lembaga survei tidak lagi akan dilirik jika pernah melakukan manipulasi data.

Menurut Khotib, ada perbedaan besar antara survei dan quick count quick count adalah potret apa yang sudah terjadi, yaitu data di TPS.

Sedangkan survei adalah potret tentang apa yang akan terjadi, karena responden untuk beropini terkait siapa yang akan mereka pilih jika pilkada dilaksanakan pada hari mereka disurvei.

Baca Juga: Versi LSI Denny JA, Paslon Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan Unggul dalam Pilkada Tangerang Selatan

Oleh karena itu, perbedaan data survei antara satu lembaga dan lembaga lain bisa saja berbeda, karena dinamika bisa terjadi di rentang waktu yang berbeda.

"Namun data survei terbaru jelas lebih valid karena memotret dinamika terbaru," kata Khotib.***

Editor: Handri

Tags

Terkini

Terpopuler