Semula Sekolah Ini Berupa Balong, Kini Menjelma Jadi Rujukan Nasional

- 3 November 2020, 05:21 WIB
SALI Iskandar (tengah) bersama dengan Korps Alumni Daya Mahasiswa Sunda (Kadamas) Bandung Raya yang juga akan mendirikan lembaga pendidikan.
SALI Iskandar (tengah) bersama dengan Korps Alumni Daya Mahasiswa Sunda (Kadamas) Bandung Raya yang juga akan mendirikan lembaga pendidikan. /SARNAPI/

JURNAL SOREANG- Perjuangan untuk membangun lembaga pendidikan tidakag mudah. Mengubah kolam ikan (balong) dengan menimbunnya memakai tanah  yang diangkut ratusan truk butuh modal cukup besar.

Bermula dari menerima tanah wakaf dari H. Aceng Jarkasih pada  tahun 1998, namun pihak Yayasan Al Aitaam  baru membangunnya tahun 2006. Kini di usia 14 tahun, Al Aitaam menjelma menjadi sekolah rujukan nasional untuk ringkat SD.

"Awalnya  tanah wakaf berupa kolam dan sawah dan tidak ada akses jalan masuk ke lokasi," kata Ketua Pembina Yayasan Al-Aitaam, Sali Iskandar, saat dihubungi Selasa 3 November 2020.

Baca Juga: Patut Dicontoh, Pemprov Sumut Bangun RS Covid-19 Khusus Ibu dan Anak

Sali mengisahkan perjuangan panjang dan melelahkan untuk bisa mewujudkan sekolah yang berdiri cukup megah dan mentereng tidak terbayangkan dari awalnya.

"Sekolah berlokasi di Jalan Aceng Sali Al-Aitaam no.1 Ciganitri,  Bojong Soang, Kabupaten  Bandung, yang harus kami timbun dengan tanah diangkut ratusan truk," katanya 

Sudah 14 tahun tepatnya 1 Juli 2006 Al-Aitaam mengabdi negeri di bidang pendidikan, sosial, dan kemasyarakatan . "Alhamdulillah di Al Aitaam kini sudah berdiri TK SD SMP SMK Plus Al-Aitaam dan sudah terakreditasi "A" ," ujarnya.

Baca Juga: Cucun, Tidak Ada Hak Istimewa Bagi Pengendara Moge

Prestasi tertinggi Al-Aitaam adalah SD Plus Al-Aitaam menjadi SD Rujukan Berbasis Nasional yang bersaing di antara seluruh sekolah di Indonesia yang berjumlah 12.000 sekolah swasta.

"Yayasan Al-Aitaam tidak mengejar hal duniawi semata sehingga menyediakan sekolah bersubsidi bagi mereka yang tidak mampu dan anak yatim. Kami  sediakan jatah 30% siswa miskin dan anak yatim dari kuota penerimaan setiap tahunnya. Siswa ini dibebaskan dari biaya bulanan, uang bangunan bagi para siswa dan uang kuliah bagi para mahasiswa," katanya.

Hal ini didasari pengalaman hidup  Sali Iskandar, sebagai orang miskin dari Desa Cikarang, Kecamatan Cisewu, Garut, dan amanah pewakaf Aceng Jarkasih.

Baca Juga: Sali Iskandar: Jangan Mau Digaji Orang Lain

"Yayasan  harus lebih banyak menyantuni anak yatim dan kaum duafa, Al-Aitaam sendiri diartikan bisa bermakna Yatim Piatu , Yatim keberanian, Yatim Inovasi, Yatim Harta, dan berbagai penafsiran lainnya sehingga menjiwai seluruh kegiatan keagamaan," katanya.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah