Banyak Pertanyaan: Kurikulum Merdeka Diganti dengan Kurikulum Nasional? Begini Jawaban Tegas Kemendikbudristek

- 4 Maret 2024, 13:19 WIB
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo soal penggantian kurikulum merdeka.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo soal penggantian kurikulum merdeka. /Kemendikbud ristek/

 

JURNAL SOREANG - Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek, Anindito Aditomo sebagai narasumber menjawab salah satu pertanyaan peserta dialog tentang penggantian Kurikulum Merdeka ke Kurikulum Nasional.

Anindito menegaskan, Kurikulum Merdeka bukan diganti dengan kurikulum baru, melainkan ditetapkan sebagai kurikulum yang diterapkan secara nasional.

Menurutnya, Kurikulum Merdeka selama ini telah diterapkan pada lebih dari 300 ribu sekolah atau sekitar 80 persen sekolah formal di Indonesia.

 

Anindito menegaskan dengan demikian, 20 persen sekolah lainnya memiliki kepastian hukum sehingga yakin akan penerapan Kurikulum Merdeka secara nasional.

Ia menambahkan, sekolah yang belum menggunakan kurikulum ini diberikan kesempatan untuk berproses hingga dua sampai tiga tahun ke depan.

Kemendikbudristek tidak memaksa sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka sepenuhnya di tahun pelajaran 2024/2025, karena sekolah perlu melalui proses belajar dalam mengimplementasikannya. “Kalau tidak diterapkan, kasihan anak-anak,” katanya.

Baca Juga: Ganti Menteri Ganti Kebijakan? Begini Nasib Merdeka Belajar untuk Jaga Keberlanjutan Transformasi Pendidikan

Menurut Anindito, jika dibandingkan, hasil asesmen nasional (AN) sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka memiliki tingkat literasi dan numerasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah yang menggunakan Kurikulum 2013 (K13).

“Selisihnya bisa mencapai 4-6 persen dibandingkan sekolah dengan Kurikulum 2013. Bahkan untuk daerah tertinggal, sekolah dengan K13 tingkat literasi dan numerasinya tidak meningkat sama sekali dalam dua tahun. Ada pula yang negatif (minus). Ini tentu memprihatinkan. Kalau sekolah-sekolah ini tidak kunjung beralih ke Kurikulum Merdeka dan memperbaiki kualitas belajar, mereka akan semakin tertinggal,” ujar Anindito.

Anindito meminta bantuan kepada perwakilan komunitas yang hadir untuk menyampaikan pesan baik ini kepada rekan-rekan di daerahnya, dengan harapannya  kerepotan peralihan kurikulum akan terbayarkan oleh perubahan yang terjadi pada peserta didik.

 

Dia menyatakan bahwa peserta didik akan memperoleh pengalaman belajar yang lebih baik, merasa senang dalam pembelajaran akademik, namun juga memiliki kesempatan pengembangan di bidang non-akademik.

Dalam dialog itu juga Anindito menjawab keraguan hasil Asesmen Nasional yang seolah tidak menggambarkan kondisi siswa di sekolah karena dilakukan dengan metode sampling.

Menurut Anindito, pengukuran dengan metode ini juga sama seperti yang dilakukan lembaga-lembaga survei menjelang Pemilihan Umum.

Baca Juga: Contoh Latihan Soal Materi Pelajaran Bahasa Indonesia Khusus Kelas 1 SD Bab 4 Berdasarkan Kurikulum Merdeka

Untuk memprediksi 80 juta pemilih di Indonesia, lembaga ini hanya perlu menyuplik 1.200-an responden. Bandingkan dengan sekolah yang jumlahnya lebih sedikit dibanding angka tersebut.

“Misalnya ada 1.000 siswa, diwakili dengan 30 orang, itu cukup. Dalam AN, sampel itu menggambarkan populasi,” katanya.

Anindito menambahkan  AN adalah alat untuk bercermin bagi seluruh warga sekolah untuk mementingkan hal-hal yang sama, seperti mencegah perundungan, menghindari diskriminasi, membuat pembelajaran menyenangkan, dan memastikan pengajaran wajib mencakup literasi dan numerasi dasar. Menurutnya, hal-hal ini perlu menjadi prioritas karena itulah yang dinilai dalam AN.***

Editor: Sarnapi

Sumber: Kemendikbudristek


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x