Sehingga para mahasiswa ISBI pun bisa memenuhi kualifikasi standar internasional seperti mereka.
Ismet juga menerangkan, tarian yang ada di ISBI digali dari tradisional, seperti “Tubuh Tabu” yang meraih Juara Festival Tari Se-Indonesia di Padang Panjang.
Itu merupakan salah satu kerja kreatif mahasiswa yang mengedepankan modal kontemporer yang diambil dari literasi-literasi kearifan lokal.
“ Kalau misalnya tarian kontemporer dari Singapura tadi menjadi inspirasi kita untuk menggali tarian, Itu bisa. Tarian mereka “lebih” (bagus, red) karena Singapura Negara yang multikultur dan kita juga sama Negara multikultur. Tapi kita harus mengedepankan proses-proses kearifan lokalnya yang justru lebih dalam lagi spiritualnya, “demkian kata Ismet yang juga pendiri kelompok musik Samba Sunda yang sudah melanglangbuana.
Sementara itu menurut Dr. Alfiyanto, tarian kontemporer dari Singapura ini sebuah pengalaman yang terbaru dalam kretaivitas tari kongtemporer. Karena di dalamnya ada sebuah tawaran-tawaran bahwa untuk menjadi penari yang baik itu harus benar melalui proses banget.
“Kalau di kita kan proses itu cenderung by project . Tapi bagi mereka ada proyek gak ada proyek terus berlatih, sehingga tubuhnya itu benar-benar tubuh penari banget. Baik itu peraganya kuat, rasanya kuat, imajinasinya kuat, karena si koreografernya itu lebih kepada untuk mengkompilasi, adapun gerak-gerak itu semuanya hasil dari experience individu si penari itu. Jadi si koreografer itu tidak pusing untuk mencari gerak-gerak lagi, “ tandasnya.
Menurut dosen tari ini, pagelaran seni kontemporer dari singapura ini pengalaman yang bagus terutama buat orang-orang tari terutama bagi koreografer dan penari,