Kekerasan Seksual Marak di Kampus, Kemendikbud Ristek Siapkan Ini

7 Mei 2021, 20:41 WIB
Suasana diskusi daring “Ngobrol Intim: Yang Muda, Yang Berjuang untuk Setara" bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim belum lama ini. /Kemendikbud/

JURNAL SOREANG-  Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbud Ristek menggelar diskusi daring “Ngobrol Intim: Yang Muda, Yang Berjuang untuk Setara" bersama Mendikbud Ristek, Nadiem Anwar Makarim baru-baru ini.Acara yang merupakan hasil kolaborasi bersama Jaringan Muda Setara ini digelar dalam rangka menutup Bulan Kepedulian dan Pencegahan Kekerasan Seksual dan memeroahkan Hardiknas 2021.

Saat ini, Kemendikbud tengah menyiapkan Permendikbud tentang Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. “Bagi kami di Kemendikbud adalah harga mati, tidak ada toleransi bagi kekerasan seksual di unit-unit pendidikan kita," kata Nadiem.

Peserta didik dan pengajar kita harus bebas dari kekerasan seksual dan harus merasa aman untuk melaporkan isu-isu yang ada. "Kita akan sangat hipokrit kalau kita mengajarkan Pancasila, tapi aspek-aspek Ketuhanan Yang Maha Esa dan moralitas tidak kita junjung tinggi,” terang Mendikbud.

Baca Juga: Bagi Wanita, Hati-hati Saat Berada di Toilet Umum, Modus Pelecehan Seksual Pakai Kamera Tersembunyi

Ditegaskannya lagi, kita harus melindungi yang terkena pelecehan dan kekerasan seksual. Kalau pemerintah tidak hadir untuk menciptakan ruang publik untuk mengeradikasi (memusnahkan) hal-hal negatif seperti ini. "Bagaimana masyarakat bisa melaporkan kasus kalau tidak ada dukungan dari pemerintah? Guru, murid, dosen, dan mahasiswa harusnya merdeka melaporkan kekerasan seksual yang terjadi,” ujar Mendikbud.

Pada kesempatan ini, Mendikbud menegaskan kembali esensi dari Merdeka Belajar. “Kekerasan seksual harus dibasmi dari institusi pendidikan kita. Bagaimana mau merdeka belajar kalau murid-murid kita tidak bisa merdeka dari kekerasan seksual?” tutur Mendikbud.

Nadiemmenekankan Kemendikbud berupaya menerapkan nilai-nilai Pancasila untuk menghapus tiga dosa besar di dunia pendidikan, yaitu intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan. Mendikbud mengakui bahwa tiga topik di atas kelihatannya berbeda.

Baca Juga: Netizen Menemukan Sosok Perempuan yang Asusila dengan Pro Gamers Mobile Legends Saat Live Streaming

“Tetapi ujungnya ini adalah gejala krisis moral dalam institusi pendidikan dan masyarakat kita. Jadi, agar anak-anak kita bisa merdeka belajar, mereka harus bisa merdeka dari intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan. Merdeka dari apapun yang akan menjajah potensi, kesehatan mental mereka. Karena itulah Merdeka Belajar tidak dapat dipisahkan dari upaya kita mendobrak tiga dosa ini,” jelas Mendikbud.

Pada acara ini, Mendikbud turut merespons pertanyaan dari tiga orang perwakilan generasi muda dan mahasiswa. Yang pertama adalah Nissi Taruli Felicia, mahasiswi Universitas Bina Nusantara Jakarta, yang juga merupakan seorang penyandang tuli. Nissi bertanya pada Mendikbud tentang cara agar mahasiswa difabel bisa mendapatkan akses yang lebih baik dalam pendidikan, termasuk dalam melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus.

Mendikbud menjelaskan bahwa Permendikbud No. 46 Tahun 2014 tentang Pendidikan Khusus, Pendidikan Layanan Khusus dan/atau Pembelajaran Layanan Khusus pada Pendidikan Tinggi telah mengatur agar setiap WNI termasuk penyandang disabilitas dapat menempuh dan menyelesaikan studinya dengan aman dan optimal.

Baca Juga: Pemain Mobile Legends Terlibat Skandal Asusila, BTR Branz Akhirnya Buka Suara

Permendikbud Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual juga dirancang dengan menjunjung tinggi prinsip inklusivitas dengan mengatur kesetaraan akses, khususnya bagi difabel. Juru bahasa isyarat dan penyederhanaan alur serta mekanisme pelaporan adalah beberapa hal yang akan diatur.

"Inklusivitas merupakan materi utama kampanye melawan Kekerasan Berbasis Gender Online yang kami lakukan melalui Puspeka. Kami sadar perlu penanganan khusus bagi teman-teman difabel sebagai yang rentan dari yang rentan," tambah Mendikbud.

Selanjutnya, Perwakilan Kelompok Narasi Perempuan Banjarmasin, Anna Desliani, menanyakan pada Mendikbud mengenai kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diberitakan di media massa. “Apakah kasus-kasus ini sampai ke Kemendikbud, dan jika iya, bagaimana tindak lanjutnya?” tanya Anna.

Baca Juga: Di Hadapan Kader PKK, Anggota DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Menjawab hal ini, Mendikbud menegaskan, pihaknya sudah ada proses pelaporan. Namun yang ingin disempurnakan dengan rancangan Permendikbud adalah peningkatan transparansi.

"Kemendikbud, sivitas akademika, pemimpin perguruan tinggi, semua harus tahu tentang kasus-kasus kekerasan seksual, dan informasi yang diketahui seharusnya sama. Maka itu, dibutuhkan partisipasi mahasiswa. Menurut kami, dari rekam jejak, program-program yang sukses dan berkelanjutan adalah yang didukung mahasiswa," katanya.

Mahasiswa laki-laki, menurut Mendikbud, juga harus turut ambil peran aktif membela hak-hak kesetaraan gender serta mengecam kekerasan seksual dan berbagai intoleransi di kampus. “Saya mengajak mahasiswa laki-laki juga untuk turut bergerak bersama mewujudkan kesetaraan gender di kampus-kampus kita,” imbau Mendikbud.***

Editor: Sarnapi

Sumber: Kemendikbud

Tags

Terkini

Terpopuler