Studi yang dilakukan Howard M. Federspiel---profesor Ilmu Politik di Ohio State University yang menaruh perhatian pada organisasi Persis sejak tahun 1970-an--dalam buku Labirin Ideologi Muslim, memberikan kategorisasi Persis sebagai organisasi dari kelompok muslim modernis yang mencurahkan perhatiannya pada promosi Islam puritan.
Persis di era kegemilangannya, merupakan perhimpunan ideologis dan sangat kontroversial. Sumbangan penting Persis dalam pentas sejarah Islam Indonesia, terletak pada upayanya dalam mendefinisikan penegakkan Islam, menentang praktik keagamaan pribumi dan tradisi, serta memisahkan dengan tegas antara sunnah dan bid’ah; antara halal dan haram.
Kontribusi pemikiran Persis dalam seratus tahun terakhir ini, lebih banyak dilahirkan dari hasil pemikiran Ahmad Hassan, sebagai guru utama Persis.
Pemikiran Tuan Hassan sejak tahun 1920-an hingga 1950-an, dalam perkembangannya tidak banyak berubah dan identik dengan pemikiran Persis. Kalaupun ada fatwa-fatwa baru, merupakan hasil kajian dari Dewan Hisbah PP. Persis.
Di perempat abad ke 21 ini, tentu umat merindukan kembali hadirnya Persis sebagai pencerah sebagaimana kelahirannya di awal abad ke-20.
Di era global saat ini, tentu saja aktivitas dan gerakan dakwah Persis tidak hanya bergelut pada pemurnian ibadah dan aqidah umat semata, tetapi harus melompat jauh untuk berkontribusi pada persoalan keumatan dan kebangsaan yang lebih luas dan makin kompleks.
Baca Juga: PP Persis Tegaskan Tak Setuju Pemerintah Kontrol Tempat Ibadah, Begini Alasan Ustaz Jeje Zaenudin
Reinventing Persis
Duet kepemimpinan Persis hasil Muktamar ke-16 tahun 2022 lalu, dibawah Ketua Umum Dr. KH. Jeje Zaenudin, M. Ag., dan Wakilnya Prof. Dr. KH. Atip Latifulhayat, SH., LLM, Ph. D, kita berharap, Persis dapat merespon berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan, baik dari perspektif Islam maupun sosial kemasyarakatan.