JURNAL SOREANG - Mahfud MD menyuarakan pendapatnya terkait vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebagai informasi, PN Jakpus memvonis KPU kalah atas gugatan sebuah partai politik dalam perkara perdata.
"PN Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan," tulis Mahfud dalam unggahan akun Instagram @mohmahfudmd, Kamis 2 Maret 2023.
"Masak KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN?" tambah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan ini.
Menurutnya, vonis yang dijatuhkan kepada KPU adalah salah dan dapat dengan mudah dipatahkan.
Ia khawatir ada pihak tak bertanggung jawab yang kemudian mempolitisir sehingga seakan-akan vonis tersebut benar.
"Vonis ini bisa memancing kontroversi yg bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar," jelasnya.
Karena itu, ia mendorong pihak KPU untuk melawan secara hukum dengan mengajukan banding.
"Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum," tutur Mahfud.
Baca Juga: Ketahui 5 Gejala Stroke Pada Wanita Jangan diabaikan Begitu Saja Bisa Berakibat Fatal
Ia lantas mengemukakan alasan yang menjelaskan bahwa vonis PN Jakarta Pusat atas KPU itu keliru.
"Kalau secara logika hukum, pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," tegasnya.
Lebih jauh Mahfud menerangkan, alasan hukum pertama terkait proses, administrasi, dan hasil Pemilu, diatur tersendiri dalam hukum.
Baca Juga: Pacar Mario Dandy Naik Status Jadi Pelaku Kasus Penganiayaan David, Polisi: Bukan Tersangka
"Kompetensi atas sengketa Pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan, jika terkait proses admintrasi, yang memutus harus Bawaslu. Tapi jika soal keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN," ungkapnya.
"Nah, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," katanya.
Apabila sengketa terjadi setelah pemungutan suara atau disebut juga sengketa hasil Pemilu, maka Mahfud menyebut hal itu menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: WSBK Mandalika 2023: Seri Ke 2 WSBK Siap Digelar di Sirkuit Mandalika Akhir Pekan Ini, Cek Jadwalnya
"Perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan Pemilu," ujar Mahfud.
Alasan kedua adalah bahwa hukuman penundaan Pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata.
"Tidak ada hukuman penundaan Pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU, penundaan pemungutan suara dalam Pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia," ujarnya.
Kemudian alasan ketiga, Mahfud menilai vonis PN Jakarta Pusat tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. "Karena hak melakukan Pemilu itu bukan hak perdata KPU," tuturnya.
Alasan keempat terkait penundaan Pemilu karena gugatan perdata yang bertentangan dengan Undang-Undang dan Konstitusi.
"Penundaan Pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertentangan dengan UU, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan Pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali," tukasnya.
Baca Juga: Video Viral Oknum TNI AD Pukuli Warga Sipil di Tapos Depok, Kadispenad: Pelaku Berinisial Serka W
"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," pungkas Mahfud MD.
"Ikuti Selengkapnya Artikel Kami di Google News"***