Anggota DPR Menilai Banjir Kalimantan Selatan Bukan Sekadar Curah Hujan, tapi Perambahan 8 Juta Hektare Hutan

- 26 Januari 2021, 09:35 WIB
Banjir di Kalimantan Selatan yang menurut DPR bikan cuma soal curah hujan melainkan juga Krisna hutan.*
Banjir di Kalimantan Selatan yang menurut DPR bikan cuma soal curah hujan melainkan juga Krisna hutan.* /Bagus Boby/

JURNAL SOREANG- Anggota DPR RI asal Sukabumi, drh. Slamet, turut berduka cita atas musibah banjir di berbagai daerah termasuk di Kalimantan.

Namun ia sangat menyayangkan pernyataan pemerintah bahwa banjir yang melanda di Kalimantan Selatan disebabkan murni akibat faktor alam yakni curah hujan yang sangat tinggi dan gelombang laut yang tinggi mencapai 2,5 meter.

"Bencana yang ada ini seharusnya tidak dapat kita nyatakan karena faktor alam semata. Namun ada hal besar yang membuat bencana ini semakin hebat dikarenakan faktor lingkungan yang semakin berubah," kaya Slamet kepada awak media, Selasa, 26 Januari 2021.

Baca Juga: Dipengaruhi Dinamika Atmosfer, BMKG : Waspada Cuaca Ekstrem Berpotensi Bencana Banjir di Sejumlah Wilayah

Dia menilai, banjir besar akibat pola pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Kerusakan hutan banyak terjadi sehingga kemampuan lahan menahan dan menyerap air sangat rendah.

"Kami mencatat tidak kurang dari 23 juta hektar hutan Indonesia mengalami kerusakan dan beralih fungsi selama periode tahun 2000 hingga 2017," kata anggota FPKS ini.

Hutan di Kalimantan berkurang lebih dari 8 juta hektare, hutan di Sumatera 6 juta hektare, dan pulau jawa tersisa 1 juta hektare.

Baca Juga: 1.385 Sekolah Rusak Akibat Banjir, Kemendikbud Salurkan Bantuan ke Kalimantan Selatan

"Keadaan lingkungan yang berubah secara simultan dari tahun ke tahun ini akan menjadi bom waktu bencana alam. Banjir yang terjadi saat ini adalah awal mula peringatan bagi negara ini," ujarnya.
Karena bencana lebih besar seperti perubahan Iklim yang diikuti bencana-bencana lain akan menanti di masa yang akan datang.

"Sudah saatnya negara kita serius menghentikan laju deforestasi di berbagai area hutan kita. Di masa yang akan datang, pengelolaan hutan yang tepat harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang lestari yang bukan saja mengembalikan fungsi-fungsi perbaikan lingkungan, tetapi secara bersamaan juga dapat memberikan dampak bagi kesejahteraan rakyat," kata Slamet.

Dia mengungkapkan data Bank Dunia yang menyatakan adanya kerugian negara sebesar 4 miliar dolar AS per tahun atau sekitar Rp56 triliun akibat berbagai bencana di tanah air.

Baca Juga: Atasi Banjir Cicalengka, BBWS Lakukan Normalisasi Sungai Citarik, Ini Tanggapan Anggota DPRD

"Pemicu utama bencana ini adalah adanya pembalakan liar yang terjadi secara masif dari tahun ke tahun. Sementara pemerintah hanya memungut 300 juta dolar AS per tahun dari aktifitas pengelolaan hutan," katanya.

Berarti negara ini telah mengalami kerugian berlipat berupa rendahnya penerimaan negara dari aktivitas hutan sekaligus menanggung biaya recovery akibat kerusakan hutan.

"Sudah saatnya negara kita mengambil langkah drastis, tegas dan berani dalam penegakan hukum atas kasus perambahan kawasan hutan, konversi hutan menjadi kebun dan tambang ilegal. Perlu ada tindakan tepat dan cepat untuk menyelamatkan hutan negara kita dari aktifitas ilegal," katanya.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x