JURNAL SOREANG - Kerajaan Wajo berdiri pada abad ke-15 Masehi di bagian timur semenanjung Sulawesi Selatan.
Di bawah Batara Wajo I dan Batara Wajo II, Raja Wajo pertama dan kedua, rakyat Kerajaan Wajo hidup tentram dan makmur.
Namun, setelah Batara Wajo III, La Pate'dungi To Samallangi, ditunjuk sebagai Raja Wajo ketiga, rakyat sangat menderita.
Baca Juga: Imsak Puasa Senin dan Jadwal Shalat untuk Semarang dan Sekitarnya, Senin 20 Desember 2021
Soalnya, Batara Wajo III memiliki perangai yang sangat buruk.
Ia gemar menggauli istri rakyatnya, bahkan kadang persetubuhannya dilakukan dengan terang-terangan.
Kisah mengenai Batara Wajo III yang gemar mencicipi istri rakyatnya terdapat pada buku WAJO ABAD XV–XVII bagian ketujuh karya Andi Zainal Abidin.
Kisah tersebut, menurut penulisnya, diambil dari Lontara (Naskah Kuno) Wajo.
Untuk menutupi aksi bejatnya, La Pateddungi To Samallangi berkedok berkeliling negeri dengan alasan menjaga keamanan.
Namun, saat berkeliling negeri tersebut sang raja mencari mangsa untuk melampiaskan nafsu bejatnya.
Baca Juga: Imsak Puasa Senin dan Jadwal Shalat untuk Surabaya dan Sekitarnya, Senin 20 Desember 2021
Ia menggauli istri dan anak gadis rakyatnya, bahkan kadang persetubuhannya dilakukan dengan terang-terangan.
Karuan saja, rakyatnya pun mengeluh atas kelakuan bejat rajanya itu.
Maka, paman sang raja, Arung Saotanre menasehati sang raja. Bila hendak mengambil perempuan, yang gadis saja yang ambil untuk diperistrikan,.
Baca Juga: Ternyata Inilah 5 Spesies Buah Terlangka Yang Ada di Dunia, Kira-kira Hanya Ada di Negara Mana Saja?
Mendengar nasehat sang paman, Batara Wajo III menurutinya. Untuk itu, para wanita yang sudah bersuami supaya bertapong dan bertopi.
Namun kenyataannya, bertapong dan bertopi tetap diambilnya untuk digauli.
Melihat kelakuan bejat rajanya yang tidak berubah, berbondong-bondonglah rakyat Kerajaan Wajo pindah dan pergi ke negeri lain, di antaranya Penrang dan Pammana.
Baca Juga: Simak! Apa Benar Manusia Memiliki Kembaran Hingga 7 Orang ? Berikut Penjelasannya
Sang Paman pun tidak tinggal diam, ia mengumpulkan rakyatnya yang masih ada.
Akhirnya, rakyat Wajo yang bersekutu dengan Paman Batara Wajo III melakukan kudeta. Mereka mengusir Batara Wajo III, Raja pun kemudian terusir.
Dalam perjalanan pengusiran tersebut Batara Wajo III dibunuh dengan cara kejam.
Baca Juga: Merinding! Gunung Meletus, Air Laut Meluap Inilah 30 Ramalan Jayabaya di Tahun 2022
Atas prakarsa seorang tokoh Wajo yang bernama La Tiringeng To Taba, tata negara Wajo kemudian direformasi dengan pendirian sebuah dewan perwakilan.
Dewan ini dimpimpin oleh seorang penguasa utama yang diangkat melalui pemilihan, bergelar arung matoa (raja yang dituakan).
La Palewo To Palippu dari Bettempola dipilih oleh dewan sebagai arung matoa pertama Wajo.
Pada masa pemerintahan arung matoa keempat, La Tadampare Puang ri Manggalatung (menjabat sekitar 1491–1521), Wajo menjadi salah satu negeri Bugis yang utama.***