Jangan Hanya Urusi Koleksi Buku, Perpustakaan Harus Transfer Ilmu ke Masyarakat

1 September 2021, 12:17 WIB
ilustrasi perpustakaan /

JURNAL SOREANG - Peran perpustakaan saat ini sudah lebih menjadi sarana transfer pengetahun ke masyarakat, sedangkan peran mengurusi koleksi buku hanya tinggal 10 persen.

Hal itu dikatakan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando, dalam Talk Show bertema 'Peran Transformasi Perpustakaan Dalam Pemulihan Ekonomi’, Selasa 31 Agustus 2021.

Menurut Syarif Bando, saat meresmikan gedung fasilitas layanan Perpustakaan Nasional RI pada 2017 lalu, Presiden Jokowi pun sudah jelas mengingatkan bahwa perpustakaan tidak boleh lagi dogmatis.

Baca Juga: Perpusnas Gelar Lomba Perpustakaan Desa-Kelurahan dan Sekolah-Madrasah Tingkat Nasional 2021

Perpustakaan tidak boleh menjadi menara gading, tetapi justru harus menjangkau masyarakat.

Jangan seperti di masa sebelumnya, dimana masyarakat yang harus menjangkau perpustakaan.

Yang tidak kalah penting, segala konten koleksi perpustakaan harus didigitalkan.

Baca Juga: Perpustakaan Harus Mengawal Perkembangan Pengetahuan Petani Indonesia

Syarif menegaskan, dulu perpustakaan merupakan barang ekslusif, yang dipamerkan atau menjadi pajangan para raja dan kaum eksklusif, sehingga terlihat koleksi buku dimana-mana.

Soal buku itu sudah dibaca dan sejauh mana hasilnya, itu perkara berbeda.

“Saat ini paradigma perpustakaan telah mengubah peran dan fungsi perpustakaan. Peran fungsi perpustakaan mengurusi koleksi hanya tertinggal 10 persen, sisanya lebih mengedepankan peran melakukan transfer kNowledge ke masyarakat. Jadi, perpustakaan sudah lama mati kalau dia masih bersikap ekslusif. Dia harus inklusif,” tutur Syarif Bando.

Baca Juga: Sinergitas Perpustakaan dan Pemerintah Jadi Kunci Peningkatan Budaya Literasi

Alhasil, ketika perpustakaan mulai turun ke masyarakat, mengenali segenap keseharian masyarakat, niscaya perpustakaan akan menemukan begitu banyak masalah.

Dari situ diketahui bahwa kebutuhan masyarakat kepada akses perpustakaan sangatlah besar.

Paradigma yang kini dibawa Perpustakaan Nasional adalah bagaimana masyarakat memahami literasi.

Baca Juga: Sinergitas Perpustakaan dan Pemerintah Jadi Kunci Peningkatan Budaya Literasi

Syarif Bando mengatakan, literasi memiliki empat tingkatan, dimulai dari kemampuan baca, tulis, hitung dan pembangunan karakter, aksesibilitas terhadap bahan bacaan terbaru, terpercaya dan menjadi solusi.

Yang kedua memahami makna tersirat dari yang tersurat, ketiga memiliki kemampuan berinovasi atau kreativitas.

Tingkatan akhir literasi adalah kemampuan menghasilkan barang/jasa yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.

Baca Juga: Sinergitas Perpustakaan dan Pemerintah Jadi Kunci Peningkatan Budaya Literasi

“Itu artinya, masyarakat membutuhkan sarana perpustakaan mengubah kualitas hidupnya. Dari barang dan jasa yang dihasilkan sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidupnya,” ujar Syarif Bando.

Apalagi di tengah kondisi pandemi, di mana kurang lebih 20 juta masyarakat Indonesia merasakan dampak langsung Covid-19, tidak ada jalan lain, mereka harus punya skill untuk melakukan sesuatu.

Melanjutkan kehidupannya. Itu artinya, jutaan orang membutuhkan asupan ilmu terapan, dan perpustakaan menyediakan.

Baca Juga: Mensos Tri Risma Harini: Perpustakaan Bisa Mengubah Hidup Seseorang

“Siapa saja yang terdampak pandemi Covid-19 dan susah lapangan kerja, silahkan datang ke perpustakaan, kami akan membimbing dan mendampingi pilihan ekonomi apa saja,” katanya.

Sementara itu Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami menjelaskan tentang rencana target kerja pemerintah yang menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 – 5,5 persen, dalam masa pandemi ini.

Terkait dengan program literasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang diusung Perpusnas, Bappenas memberi dukungan penuh dengan menjadikannya sebagai salah satu program prioritas nasional untuk mencapai SDM unggul dan berdaya saing.

Baca Juga: Mensos Tri Risma Harini: Perpustakaan Bisa Mengubah Hidup Seseorang

Karena pentingnya program tersebut, maka dukungan anggaran juga diperkuat, salah satunya melalui dana alokasi khusus (DAK).

DAK sudah dijalankan selama tiga tahun untuk membangun infrastruktur sosial, seperti sekolah, rumah sakit dan perpustakaan.

“Di bidang perpustakaan, kami memperkuat infrastruktur seperti pembangunan gedung baru, rehabilitasi, pengadaan perabot, penyediaan bahan dan koneksi internet untuk meningkatkan tingkat kunjungan,” kata Amich.

Pada 2021, Perpusnas mengelola DAK lebih dari 500 miliar rupiah, yang semuanya terdistribusi dari Aceh sampai Papua.

Selain melihat perpustakaan harus nyaman dalam mengakses segala kebutuhan informasi, Bappenas juga menilai perpustakaan harus menjadi pusat pelatihan bagi komunitas-komunitas untuk belajar apa saja.***

Editor: Handri

Tags

Terkini

Terpopuler