Benarkah! Kebijakan Raja Alexander I, Menjadi Bibit Konflik di Yugoslavia Puluhan Tahun Kemudian

- 6 Desember 2021, 16:59 WIB
Benarkah! Kebijakan Raja Alexander I, Menjadi Bibit Konflik di Yugoslavia Puluhan Tahun Kemudian
Benarkah! Kebijakan Raja Alexander I, Menjadi Bibit Konflik di Yugoslavia Puluhan Tahun Kemudian /Rizky Tri Sulistiawan /Instagram @inspecthistory

JURNAL SOREANG - Yugoslavia terbentuk sebagai kerajaan pada tahun 1918 dan terpecah ketika menjadi republik pada tahun 1990an karena konflik antar etnis.

Konflik antar etnis tersebut, ternyata sudah tersemai akibat kebijakan Raja Alexander I yang inginkan Yugoslavia sebagai satu kesatuan.

Sehingga membuat banyak pihak terutama dari etnis di luar Serbia yang banyak tidak setuju kepada Raja Alexander I.

Baca Juga: Tukin ASN 'Dipotong', Ketua Jamparing: Pemerintah Harus Transparan, Khawatir Berdampak Negatif Pada Prilaku

Serbia secara tak langsung memulai Perang Dunia I ketika seorang nasionalis di Bosnia, Gavrilo Princip, membuhun Pewaris Tahta Ausrtria - Hungaria, Franz Ferdinand.

Kerajaan Serbia kemudian dikuasai pihak Bulgaria, Austria, dan Jerman pada tahun 1915.

Hal ini membuat meningkatnya nasionalisme Yugislavia di kawasan Balkan Austria seperti Korasia, Slovenia, dan Bosnia untuk membentuk negara bersatu.

Lewat deklarasi Corfu pada tahun 1917, Kerajaan Serbia, Slovenia, dan Kroasia terbentuk setelah kalahnya Austria dan berakhirnya Perang Dunia (PD) I pada tahun 1918.

Baca Juga: Review Liga 1 2021 Indonesia pekan 15: Persib Bandung dan Bhayangkara FC, Persaingan Papan Atas Makin Panas.

Raja Peter I dari Serbia dipilih sebagai pemimpin pertama mereka dan memanggil diri mereka sebagai ‘orang Yugoslavia.

Namun setelah 3 tahun, Peter I wafat dan digantikan oleh puteranya, Alexander.

Ia dikenal sebagai pahlawan Perang Balkan, dimana ia ikut mengusir Ottoman dari Balkan dan hentikan perlawanan Bulgaria yang ingin mengambil Makedonia pada tahun 1913.

Alexander yang dikenal sangat nasionalis bahkan diceritakan pernah menampar seorang gadis kecil berusia 7 tahun ketika dirinya mengaku sebagai orang Bulgaria.

Baca Juga: Review Liga Italia Pekan 16: AS Roma Babak Belur, Atalanta Sensasional

Pada PD I, Alexander perintahkan para polisi menggeledah rumah penduduk untuk menyita semua senjata guna diberikan pada pasukan Serbia.

Ketika rencana pembentukan Yugoslavia didengungkan, Alexander menjadi salah satu yang menolak hal ini.

Ia beranggapan bahwa Serbia seharusnya melakukan aneksasi terhadap wilayah Austria di Balkan seperti Kroasia atau Slovenia dan membentuk ‘Greater Serbia’.

Namun akhirnya Alexander setuju agar tak kehilangan dukungan sekutu seperti Inggris dan Amerika Serikat.

Baca Juga: Mengenal Peran Box-To-Box Dalam Permain Sepak Bola, Si Pangangkut Air

Setelah menjadi raja pada tahun 1921, Alexander membangun Yugoslavia dari konflik antar etnis dengan menolak ide dibentuknya Yugoslavia sebagai negara federal.

Pada 8 Agustus 1928, seorang politikus Kroasia dibunuh oleh seorang politikus Montenegro dalam sebuah debat sengit di gedung parlemen.

Hal itu membuat Alexander memutuskan mengakat diri sebagai diktator dan menghapus fungsi parlemen pada 6 Januari.

‘Kediktatoran 6 Januari’ dilakukan Alexander untuk membentuk ideologi Yugoslavia.

Baca Juga: Review Liga Inggris Pekan 15: Magis Origi dan Debut Manis Ralf Rangnick

Sebenarnya ia banyak mengunjungi dan berinteraksi dengan penduduk di seluruh Yugoslavia setelah deklarasi itu, namun banyak pihak menentangnya.

Sebagian besar pihak yang menentangnya, kemudian ditangkan dan mengalami penyiksaan atau bahkan dibunuh.

Kediktatoran ini membuat beberapa kelompok teroris terbentuk seperti Ustase, kelompok ultra nasionalis Kroasia bentukan Ante Pavelic.

Ustase kemudian bekerjasama dengan seorang nasionalis Makedonia, Vlado Chernozemski untuk rencanakan pembunuhan sang raja.

Baca Juga: Bahaya! 6 Hal Yang Akan Terjadi Jika Tidur Dengan Rambut yang Masih Basah, Nomor 6 Sering Bikin Insecure

Pada 9 Oktober 1934, Vlado melepaskan tembakan yang menewaskan sang raja bersama Menter Luar Negeri Perancis, Louis Barthou.

Alexander wafat dan dimakamkan di makam kerajaan di Topolac.

Ia digantikan oleh Peter, puteranya yang berusia 11 tahun, yang kemudian menjadi Peter I.

Kerajaan Yugoslavia ddinvasi dan dikuasai oleh Afolf dan Nazi pada 1941 yang memaksa Peter dan keluarga kerajaan melarikan diri ke London.

Baca Juga: Sudah Ada Agenda Liburan? 4 Rekomendasi Destinasi Diving Terbaik Di Indonesia Ini Bisa Jadi Pilihan

Setelah Yugoslavia dibebaskan, pihak sekutu memaksa Peter mengakui Republik Demokratik Federal Yugoslavia pimpinan Josip Broz Tito.

Kemudian membuat kerajaan Yugoslavia tamat setelah 26 tahun berdiri.

Raja Peter sendiri kemudian habiskan sisa hidupnya di Amerika Serikat.

Tito memerintah Yugoslavia hingga 1980 dan kemudian terjadi perpecahan antar etnis.

Tang merupakan pemimpin Yugoslavia ingin berikan privilege lebih pada etnis Serbia yang akhirnya sebabkan Yugoslavia pecah pada era 90an.***

Editor: Rustandi

Sumber: Instagram @inspecthistory


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah