JURNAL SOREANG – Di Brunei Darussalam bebas ucapkan kata ‘anjay’, karena maknanya positif.
Bahasa Brunei Darussalam dengan Bahasa Indonesia memang memiliki banyak kemiripan, mengingat sama-sama berasal dari Bahasa Melayu.
Akan tetapi, Bahasa Brunei Darussalam dengan Bahasa Indonesia banyak terdapat kata yang berbeda maknanya.
Baca Juga: Hari Pahlawan 2021,Menolak Lupa 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur Dalam Peristiwa G30S-PKI
Salah-satu kata yang berbeda maknanya anatara Bahasa Brunei Darussalam dan Bahasa Indonesia yaitu kata ‘anjay’.
Dalam Bahasa Brunei Darussalam kata ‘anjay’ bermakna positif, berbeda dengan makna dalam Bahasa Indonesia yang bermuatan negatif.
Seorang Warga Negara Indonesia yang telah lama bekerja dan tinggal di Brunei Darussalam menceritakan makna kata ‘anjay’ di Brunei Darussalam.
Menurutnya kata ‘anjay’ di Brunei Darussalam bermakna seseorang yang baru mendapatkan gajih, atau luapan kegembiraan seseorang yang baru mendapat uang.
“Di Brunei Darussalam kata ‘anjay’ berarti seseorang yang baru mendapatkan gajih,” dikutip dari kanal YouTube Wulan’s Life.
Makna kata ‘anjay’ dalam Bahasa Brunei Darussalam tersebut tentu berbanding terbalik dengan maknanya dengan Bahasa Indonesia.
Kata ‘anjay’ dalam Bahasa Indonesia bermakna negarif, atau diartikan sebagai kata lain dari hewan ‘anjing’.
Sehingga kata ‘anjay’ sangat tidak pantas diucapkan di Indonesia karena maknanya sangat negatif dan bisa menyinggung perasaan orang.
Baca Juga: Hari Pahlawan: Presiden Jokowi Resmikan Tugu Api, Semangat Indonesia Merdeka Tidak Pernah Padam
Bahkan beberapa waktu lalu kata ‘anjay’ viral dan dilarang penggunaannya termasuk di media sosial oleh Komisi Penyiaran Indonesia.
Selan kata ‘anjay’, terdapat juga kata yang berbeda maknanya anatar Bahasa Brunei dengan Bahasa Indonesia.
Contoh lain yaitu kata ‘butuh’, namun kata tersebut maknanya negatif dalam Bahasa Brunei Darussalam dan positif dalam Bahasa Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘butuh’ memiliki dua makna. ‘Butuh’ bisa bermakna ‘perlu’, dan ‘butuh’ juga bisa bermakna ‘kemaluan laki-laki’, ‘zakar’.
Masyarakat di Indonesia umumnya menggunakan kata ‘butuh’ dan mengartikannya sebagai ‘perlu’.
Di Brunei Darussalam kata ‘butuh’ sangat tabu untuk dikatakan oleh warganya.
Warga Brunei mengenal kata ‘butuh’ bermakna ‘kemaluan laki-laki’ dan kata ‘butuh’ sangat tabu untuk dikatakan warga Brunei.
Warga Brunei mengganti kata ‘butuh’ dengan kata ‘perlu’.***