Baca Juga: Tegas! Fadli Zon Ingatkan Pelajar untuk Tidak Nyontek: Itu Adalah Suap
Pada 9 Desember 1962, pemberontakan itu gagal ketika Sultan Omar Ali Saifuddin III menyatakan PRB ilegal dan mengutuk TNKU untuk pengkhianatan meskipun insiden sporadis masih terus terjadi.
Sultan juga menyatakan secara terbuka niat Brunei untuk tidak bergabung dengan federasi Malaysia. Setelah berlangsung selama 5 bulan, pemberontakan pun berakhir dengan ditangkapnya salah satu pimpinan PRB yakni Yassin Affandi.
Sementara itu pimpinan PRB lainnya yakni A. M. Azahari berada di Manila selama pecahnya pemberontakan lalu melarikan diri ke pengasingan di Jakarta.
Baca Juga: Rizzky Billar Akui Nikah Siri, Lydia DA: Tujuan Apa Ya Mak, Nikah Siri
Kemudian pada 13 Oktober 1973, tahanan PRB yang menolak untuk meninggalkan partai memutuskan untuk melarikan diri dari penjara dan membangun kembali partai di pengasingan.
Selanjutnya di bulan Desember, Komite Ad Hoc untuk Kemerdekaan Brunei didirikan di Kuala Lumpur. PRB pun secara resmi diaktifkan kembali dengan A. M. Azahari sebagai presiden pada 7 Mei 1974.
PRB terus menggalang dukungan moral dan material internasional sepanjang tahun 1970-an dan mengakibatkan Majelis Umum PBB mengadopsi Resolusi 3424 yang menetapkan prinsip-prinsip suksesi dan legitimasi bahwa setiap pemerintah yang didirikan di Brunei harus bertemu.
Baca Juga: Upload Lowongan Editor Konten, Rizky Billar Dicandain Netizen
Status PRB saat ini diyakini masih beroperasi di pengasingan meskipun kemungkinan besar tidak aktif.