JURNAL SOREANG - Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sebuah negara maju dengan penghasilan tinggi seperti Korea Seatan akan berbanding lurus dengan biaya hidup tinggi, dimana hal ini dirasakan oleh para TKI atau pekerja migran asal Indonesia.
Korea Selatan sudah lama menjadi salah satu destinasi para pekerja migran Indonesia atau TKI yang ingin bekerja di sektor manufaktur.
Dibanding bekerja disektor yang sama dengan negara Indonesia, bayaran para pekerja migran di Korea Selatan dipandang lebih besar berkali-kali lipat.
Baca Juga: Teka Teki MPLS: Makanan dan Minuman Beserta Penjelasannya
Meski demikian biaya hidup seperti harga makanan, tempat tinggal dan penunjang kehidupan lain juga harganya lebih tinggi dibanding Indonesia.
Sebagai pekerja yang jauh dari keluarga tentu tak akan ada yang bisa menjadi penopang kehidupan selama bekerja sebagai TKI bukan.
Apalagi tujuan bekerja di luar negeri bagi para pekerja migran untuk mengumpulkan pundi-pundi yang bisa dijadikan bekal jika kelak kontrak sudah habis dan ijin tinggal tidak diperpanjang oleh negara bersangkutan.
Menabung sudah barang tentu menjadi fokus utama. Namun bagaimana cara mengakali pengeluaran, seperti untuk kebutuhan dasar berupa makan?
Sebagai pekerja migran yang punya jam kerja teratur secara teori mungkin dirasa masih punya waktu untuk memasak dan lain-lain.
Namun karena faktor kelelahan, musim, serta cuaca yang berbeda dengan Indonesia membuat badan memerlukan istirahat.
Salah satu pilihan praktis tentu saja membeli makanan. Namun mengingat citarasa yang berbeda juga harga yang dihitung-hitung lebih mahal, memasak sendiri jadi solusi yang tepat.
Kanal YouTube TKI Muda yang diunggah pada 9 November 2021, menjelaskan bagaimana cara menghemat pengeluaran selama bekerja di Korea Selatan.
Habib Al Fajriwan, pemilik YouTube TKI Muda menjelaskan, menurut pengalamannya, mengumpulkan uang kolektif bersama beberapa rekan sesama pekerja migran menjadi solusi yang baik jika tinggal bersama dalam satu asrama atau rumah.
Untuk uang makan satu bulan, Farjiwan dan teman-temannya mengumpulkan uang masing-masing 150 won atau setara 1,7 juta rupiah dan berbelanja untuk keperluan setiap pekan.
Menurut Fajriwan sistem kolektif seperti yang dijalaninya sekarang dirasa lebih hemat.
Saat memasak sendiri Fajriwan mengaku pengeluarannya untuk makan bisa mencapai dua kali lipat atau sekitar 300 ribu won.
Baca Juga: Tes IQ: Temukan 4 Wajah yang Tersembunyi pada Gambar, Buktikan Anda Memiliki IQ di Atas Rata- rata
Selain hambur biaya, kadang ada juga bahan makanan atau masakan yang terbuang.
Selain mengumpulkan uang secara kolektif, Fajriwan dan teman-temannya juga menetapkan piket memasak seminggu sekali.
Secara bergiliran mereka memasak dalam jumlah banyak untuk semua orang dan hanya dikenakan satu kali setiap minggu.
Dengan demikian enam hari sisanya bisa dipergunakan untuk melakukan hal lain seperti menempuh pendidikan lagi, melakukan hobi, atau mengelola kanal YouTube seperti dirinya.***