Network
JURNAL SOREANG - Kisah ini bermula dari surat Dinas Kesehatan yang berisi permintaan bantuan ke dusun terpencil yang terkena wabah. Akhirnya bantuan ini menurunkan 3 perawat yakni Gendhis, Mila, dan Puput untuk tim cepat tanggap atas penanganan kasus wabah di dusun ini.
Sesampainya di daerah dusun tersebut, dirinya berkumpul terlebih dahulu di titik penjemputan bukan ke dusun nya langsung. Salah satu sopir yang mengantar mereka yaitu Mang Yusuf mengkonfirmasi kalau ada 2 penggali kubur yang harus ditunggu.
Akhirnya 2 penggali kubur bernama Cecep dan Deden sudah sampai di titik penjemputan atau dermaga. Sampai momen kenalan diantara mereka akhirnya segera bergegas ke dusun tersebut menggunakan perahu.
Baca Juga: Gedung Kuliner di Desa Lifao Pulau Morotai Tidak Berfungsi dan Tidak Terurus
Setelah sampai, mereka harus menempuh dusun yang dituju dengan jalan kaki selama 3 jam. Ketika di dusun sana, mereka sudah mulai merasa risih karena setiap pintu di rumah dusun sana diwarnai warna merah cat. Mang Yusuf menghampiri mereka untuk tidak melamun dan langsung menuju bangsal dimana warga yang terkena wabah berada.
Mang Yusuf menjelaskan kepada mereka mengenai wabah ini menyebabkan setengah dari penduduk disana meninggal dunia. Bukan hanya warga, penggali kubur disana juga terserang wabah. Sehingga sudah memakan waktu 3 hari warga disana ada yang belum dimakamkan.
Mang Yusuf juga mengantar mereka ke tempat dimana mereka menetap sementara dan kembali ke tempat semula dengan meninggalkan mereka.
Sesudah menerima apa yang terjadi akhirnya 3 perawat ini mulai aktivitas mereka merawat para penduduk yang masih hidup dan menutup jasad penduduk yang meninggal.
