Bukan Cuma Soal Bercinta, Lebih Penting Lagi Pelajari Kriteria Kesiapan Menikah Secara Psikologis, Apa Saja?

- 26 Juli 2022, 15:51 WIB
ilustrasi pasangan yang akan menikah
ilustrasi pasangan yang akan menikah /

JURNAL SOREANG - Berbicara soal menikah, masih ada sebagaian anak muda yang terbesit di pikirannya pertama kali adalah soal bercinta atau hubungan intim.

Padahal menikah jauh lebih kompleks dari sekedar urusan bercinta, bahkan yang paling penting adalah mengenal kesiapan dari sisi psikologis.

Ada yang salah dari pola pikir jika yang terbayang pertama kali adalah soal bercinta dan kesenangan semata, banyak pasangan sudah membuktikan bahwa kehidupan rumah tangga pernikahan tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya.

Baca Juga: Penelitian Ungkap Fakta Squirt dalam Hubungan Intim Pasutri, Benarkah Hanya Dialami 69 Persen Wanita?

Di penelitian dunia Neuropsikologi terbaru, masa usia 18-25 tahun belum dianggap dewasa karena perkembangan otak yang dilatih baru matang dan siap di usia 25 tahun ke atas.

Namun, masa umur 18-25 tahun ini jadi fase paling krusial untuk mengenal diri, mengeksplorasi diri, memperluas wawasan, pengalaman, keterampilan dan mengejar cita-cita.

Seseorang akan lebih bahagia ketika memasuki pernikahan karena sudah siap, puas, dan kenal dengan diri sendiri.

Baca Juga: 17 Penyebab Area Miss V Sakit Setelah Berhubungan Intim, Ternyata ini Gejala, dan Cara Mengobatinya

Sebaliknya, jika belum tahu caranya mengenal dan mengelola emosi sendiri, belum tahu bagaimana merasa bahagia dan cukup dengan diri sendiri, maka akan lebih kesulitan menjalani transisi pada saat memasuki kehidupan pernikahan.

Jika sanggup melewati fase tersebut dengan benar, maka dengan sendirinya akan mengerti apa itu definisi bahagia, paham dengan kebutuhan-kebutuhan emosi kamu dan mampu memenuhi kebutuhan emosional untuk mencari pasangan.

Berikut adalah kriteria kesiapan menikah secara sisi psikologis menurut Journal of Adolescent Research yang dikutip dari Instagram Dr Zoya Amirin.

Baca Juga: Berita Juventus: Ogah Tampil di Laga Pramusim, Adrien Rabiot Ngotot Ingin ke PSG, Ada Apa?

1. Secara sadar dan aktif melakukan usaha untuk meningkatkan kapasitas diri dalam mengelola keluarga, seperti:

- belajar untuk mampu mengelola kebutuhan rumah tangga (household)
- mengasuh dan merawat anak (caring for childern)
- memenuhi kebutuhan finansial sendiri dan/atau keluarga
- menjaga keamanan fisik sendiri dan anggota keluarga.

2. Bersiap dan berlatih untuk transisi peran dengan cara memiliki pekerjaan atau penghasilan jangka panjang (long term career) dan mandiri secara finansial dari orang tua dan keluarga.

Baca Juga: 7 Hal Harus Diperhatikan Istri Usai Berubungan Intim, Penting Agar Tetap Menikmati Bercinta Hingga Usia Lanjut

3. Meningkatkan kapasitas internal diri:

- mampu mendengarkan orang lain dengan empatik
- mampu menghargai orang lain ketika menghadapi atau dihadapkan pada perbedaan
- mampu mengekspresikan emosi dalam relasi yang dekat (close relationship)
- mampu bertanggung jawan terhadap konsekuensi dari perilaku atau keputusan yang diambil, serta mampu mengelola perilaku agresif dan kejam.

4. Meningkatkan kapasitas intrapersonal diri:

- sudah mampu mengatasi tantangan yang dialami diri sendiri
- sudah mampu memproses pengalaman negatif di keluarga
- mampu mengelola cara pandang hidup yang positif
- selalu mau belajar memiliki kemampuan mengelola emosi
- tidak egois dan mulai dapat memikirkan kepentingan dan kebutuhan orang lain.

5. Menyadari perilaku-perilaku yang melanggar hukum dan berusaha mengelola diri untuk tidak melakukan perilaku yang melanggar hukum.***
***

Editor: Wildan Apriadi

Sumber: Instagram


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah