Skema Jahat Dibalik Flexing, Pamer Kekayaan Affiliator Binary Option

- 13 Februari 2022, 10:28 WIB
Skema Jahat Dibalik Flexing, Pamer Kekayaan Affiliator Binary Option
Skema Jahat Dibalik Flexing, Pamer Kekayaan Affiliator Binary Option /Facebook Anai Anai Trader

JURNAL SOREANG - Selalu ada udang di balik batu. Pun dengan konten-konten flexing (pamer kekayaan) yang marak belakangan ini di media sosial.

Sekarang sedang menjadi sorotan, konten-konten flexing dari para influencer khususnya affiliator binary option.

Dalam artikel ini akan dibahas mengenai skema jahat dibalik flexing, seperti dikutip dari YouTube Angga Andinata.

Baca Juga: Proliga 2022: Dua Pertandingan Hari Ini Terpaksa Ditunda Gegara Covid-19

 

Fenomena Orang Kaya Asli dan Palsu

Konten flexing ini selalu identik dengan orang kaya asli dan palsu. Kalau orang kaya asli, biasanya tidak pernah pamer kekayaannya.

Lihat saja CEO Facebook (Meta), Mak Zuckerberg. Ia tetap tampil sederhana meski sudah memiliki banyak harta.

Baca Juga: Indra Kenz Pernah Bongkar Teknik 'Berjudi' Binary Option Binomo: Kalo Kalah, Taro Lebih Gede Lagi

Mereka yang orang kaya asli adalah Philantropist. Yang kaya palsu, itu flexing.

Mereka yang kaya, donasinya jutaan dollar tapi diam aja. Yang pura-pura kaya, donasinya ke pengemis online yang dibikin konten.

Parahnya, Konten seperti itu disukai oleh netizen. Karena banyak yang suka, influencer atau affiliator Binary Option ini terus membuatnya lagi dan lagi

Baca Juga: 11 Kata-kata Hari Valentine 2022 untuk Sahabat Sejati, Karena Kasih Sayang Tidak Hanya untuk Kekasih Hati

Karena apa? Karena marketnya ada. Karena orang ternyata suka dipamerin.

Mereka yang flexing bukan cuma sekedar pamer saja. Rata-rata Flexing punya agenda rahasia.

Karena flexing adalah salah satu covert persuation teknik. Salah satu taktik persuasi dengan teknik gendam yang paling halus.

Apa agenda orang flexing? Yang pertama, untuk meyakinkan orang lain.

Baca Juga: 13 Gol Tercepat Sepanjang Sejarah Sepak Bola, Ada yang Hanya Butuh 1 Detik Membobol Gawang Jelang Piala Dunia

Orang flexing atau pamer itu untuk meyakinkan ke orang kalau dia punya power yang lebih tinggi di atas lawan bicaranya.

Atau kalau dalam konteks konten, di atas pemirsanya. Secara alam bawah sadar, kita manusia akan mengikuti orang lain yang dianggap punya power di atas kita.

Ketika kita lihat orang lain lebih sukses dari kita, Itu jadi socialproof bahwa orang ini bisa dijadiin mentor, leader, dan lain sebagainya.

Dengan begitu, si pelaku flexing bisa dengan mudah menanamkan sesuatu di otak seseorang.

Baca Juga: Siap Ganas di Lintasan! Tes Pramusim di Sirkuit Mandalika, Pol Espargaro : Klaim Honda Siap untuk Qatar

Yang kedua, untuk beli koneksi dan hubungan pertemanan. Ada ungkapan, birds of a feather flock together. Burung yang sejenis, hinggap Bersama.

Dengan flexing, mereka juga dianggap sebagai crazy Rich. Mereka jadi punya akses atau privilege untuk masuk ke dalam inner circle orang-orang kaya.

Flexing juga tak melulu soal harta dan uang aja. Semuanya punya tujuan yang sama. Yaitu untuk mempengaruhi orang lain.

Ingin dianggap kaya misalnya. Karena kalau dianggap kaya, kita bisa dapat klien baru.

Baca Juga: Wakil Bupati Bandung Sahrul Gunawan Dorong Sekolah Jadi Sekolah Digital, Ini Alasannya

Ingin dianggap taat agama, Karena kalau dianggap taat agama bisa membuat orang lain percaya dengan mudahnya.

Faktanya, Flexing tidak sepenuhnya salah. Yang salah adalah kalau kita pakai power itu untuk tujuan yang enggak baik.

Misal untuk mengajak orang bergabung di model bisnis ponzi. First travel misalnya, atau robot-robotan yang scam, ajak orang di platform curang, dan masih banyak lagi.

Kesimpulannya, orang-orang seperti ini memang menunjukkan kekayaannya bukan karena dia sekedar pingin atau Enjoy status sosialnya. Tetapi itu bagian dari jobdesk nya.

Baca Juga: Proliga 2022: Dua Pertandingan Hari Ini Terpaksa Ditunda Gegara Covid-19

Bagian dari agenda besar untuk beli kepercayaan dari orang lain. Ini adalah permainan hypnotic Power dengan cara yang sangat halus.

Orang akan cenderung lebih percaya pada orang yang punya status sosial di atasnya. Karena sifat dasar 90% manusia suka menjadi follower.***

 

Editor: Ghulam Halim Hanifuddin

Sumber: Youtube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah