Hal ini menunjukkan bagaimana pentingnya perspektif bahasa dan budaya, seperti Sunda, dalam studi Al-Qur’an dan tafsir.
"Ini dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan dalam studi Al-Qur’an dan tafsir di dunia Muslim yang semakin dinamis dan heterogen," ujarnya.
Kajian Jajang menyatakan pentingnya penggunaan pendekatan interdisipliner yang tidak hanya terbatas pada disiplin keilmuan tafsir (al-Dhahabī, 1976; al-Farmawī, 1977), tetapi juga melibatkan disiplin keilmuan lain sebagai alat bantu dalam studi Al-Quran dan tafsir, seperti linguistik, sosio-linguistik, etno-linguistik dan keilmuan sosial humaniora lainnya.
Baca Juga: Hadirkan Presenter dan Partisipan Dari 6 Negara, FTK UIN Bandung Gelar BELTIC 2022
Karenanya, secara lebih luas, penting kiranya upaya pembentukan tradisi riset Al-Qur’an dan tafsir yang kuat, tidak hanya dalam studi teks, tetapi juga riset lapangan; dari tradisi manuskrip, kitab cetak ke produk digital.
"Saya menyambut gembira inisiatif teman-teman di Asosiasi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (AIAT) se-Indonesia untuk terus-menerus memperbincangkan perluasan budaya riset tersebut. Saya juga turut berbahagia dapat ikut belajar filologi sebagai ilmu bantu untuk mengkaji manuskrip Al-Qur’an dan tafsir dan manuskrip lainnya di Indonesia melalui organisasi Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa)," katanya.***