Ternyata Tak Semua Penjajah Itu Jahat, Begini Penuturan Sejarawan Dadan Wildan Soal Kiprah Penjajah yang Baik

21 April 2024, 16:33 WIB
Sejarawan dan Ketua Yayasan PCI Prof. Dr. H. Dadan Wildan Anas, M.Hum /Istimewa /

JURNAL SOREANG - Di Sela-sela Academic Camp yang digelar untuk siswa Kelas 9 SMP Prima Cendeki Islami (SMP PCI) Baleendah, Kabupaten Bandung, sejarawan Prof. Dr. H. Dadan Wildan Anas, menyuguhkan hal berbeda yakni perjalanan Bosscha.

Meski peneropongan bintang Bosscha ada di Lembang, Bandung Barat, ternyata makam dan rumah kediaman Karel Albert Rudolf Bosscha (15 Mei 1865 – 26 November 1928) berada di Pangalengan.

 

"Bosscha adalah seorang Belanda keturunan Jerman yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat pribumi Hindia Belanda pada era kolonial Belanda di akhir abad 19 dan awal abad 20," kata Dadan yang juga aktif di PP Persis.

Makam Tuan Bosscha berada di rerimbunan hutan di samping hamparan kebun teh Malabar.

Guru Besar sejarah yang juga Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara RI bidang Polhukam ini juga menekankan tidak setiap orang Belanda itu penjajah yang jahat.

Baca Juga: Begini Cara SMP PCI Baleendah yang Unik dan Khas dalam Memeriahkan Hari Batik Nasional

"Yang mengambil harta kekayaan dan mengeksploitasi penduduk pribumi. Namun ada juga yang baik, meskipun tidak banyak, seperti Tuan Bosscha ini. Tuan Bosscha merupakan seorang pemerhati ilmu pengetahuan dan astronomi," ucapnya.

Dia memaparkan pada tahun 1887, Bosscha muda di usia 22 tahun, datang ke tanah Jawa untuk bekerja di perkebunan pamannya.

Tahun 1896, Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar hingga akhirnya menjadi juragan perkebunan teh di Pangalengan.

"Ia juga mendirikan Pabrik Teh Malabar dan Pabrik Teh Tanara," ungkap Prof. Dadan.

 

Pada tahun 1901 Bosscha mendirikan sekolah dasar bernama Vervoloog Malabar.

Sekolah ini didirikan untuk memberi kesempatan belajar secara gratis bagi kaum pribumi Hindia Belanda, khususnya anak-anak karyawan dan buruh di perkebunan teh Malabar agar mampu belajar setingkat sekolah dasar selama empat tahun.

Sekolah Rakyat ini dibangun atas kebaikan hati juragan teh Bosscha.

Sebagai orang kaya perkebunan, Tuan Bosscha ikut juga mendirikan Technische Hoogeschool te Bandoeng - atau sekolah tinggi teknik di Hindia Belanda yang sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Baca Juga: Sebelum 'Bertempur' di Ujian Sekolah, Kelas 9 SMP PCI Baleendah Dibekali dengan Modal Ini

" Tidak berhenti kiprahnya karena pada tahun 1923, Bosscha menjadi penyandang dana pembangunan Observatorium Bosscha, peneropongan bintang terbesar di Hindia Belanda yang berada di Lembang, Bandung Barat," katanya.

Bagi warga Pangalengan, Tuan Bosscha bukanlah penjajah. Ia telah menjadi penduduk pangalengan hingga akhir hayatnya.

Ia tinggal di rumah pribadinya yang dibangun tahun 1896 yang berdiri kokoh selama 128 tahun hingga sekarang.

 

Para siswa SMP PCI, setelah berziarah dari makam Tuan Bosscha lalu berkunjung ke rumah Tuan Bosscha.

Hal ini sekaligus mengeksplorasi sudut sudut ruangan di rumah yang tetap berdiri kokoh meskipun usianya sudah 128 tahun itu.

Tuan Bosscha dipandang sosok luar biasa yang banyak memberi jasa bagi warga Bandung dan Pangalengan.

Dia meninggal dunia pada tahun 1928 dan dimakamkan di kebun teh Malabar Pangalengan.

 

" Tuan Bosscha bukanlah penjajah, tetapi orang yang banyak berjasa bagi orang Pangalengan dan Bandung bahkan dunia internasional. Observatoriom Bosscha atau peneropongan bintang lebih dari 120 tahun telah banyak melahirkan para ahli astronomi kelas dunia," katanya.

" Wajar jika kami membawa anak anak SMP PCI untuk mengenal tokoh besar yang tinggal dan dimakamkan di Pangalengan," tutup Prof. Dadan.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler