Industri Penghasil Sampah Harus Dikenai Sanksi, Pendiri WPL: Jangan Selalu Masyarakat yang Menanggung Salah

5 Januari 2022, 16:31 WIB
Pendiri Warga Peduli Lingkungan (WPL), Soenardhie Yogantara mengatakan industri penghasil sampah harus dikenai sanksi, jangan selalu masyarakat yang menanggung salah. /Rakhmat Margajaya /Jurnal Soreang

JURNAL SOREANG - Selama ini sampah digadang-gadang bagaikan emas yang bernilai ekonomis. Akibatnya, selain terjadi tren bank sampah, ibu-ibu di berbagai wilayah di Kabupaten Bandung, giat mendaur ulang sampah menjadi barang-barang berguna.

Ibu Een Siti Zaenab adalah salah satu ibu-ibu yang mendaur ulang sampah berupa cangkang kopi menjadi tikar, tas dan barang berguna lainnya. Warga Ciseah, Kutawaringin, Kabupaten Bandung ini puas dengan hasil karyanya yang disukai banyak orang.

Baca Juga: Mahasiswa Ushuluddin Luncurkan Buku Non Fiksi, Merita Dian Erina: Virus Cinta Adalah Penghancur

Tentu saja, Pemerintah Kabupaten Bandung senang atas kegiatan yang dilakukan warganya tersebut. Sikap masyarakat seperti itulah yang diharapkan pemerintah dalam menyikapi sampah, agar menjadi berkah.

Tapi, sayang sekali, kegiatan mendaur ulang sampah yang dilakukan Ibu Een itu tidak berlangsung lama.

“Atos lami tara ngadamel (sudah lama tidak melakukan itu),” kata Ibu Een tanpa memberikan alasan.

Menanggapi kegiatan mengubah sampah menjadi berkah seperti yang pernah dilakukan Ibu Een itu, Pendiri Warga Peduli Lingkungan (WPL), Soenardhie Yogantara setuju.

Baca Juga: RS PGI Cikini, RS Tertua di Jakarta Ini Awalnya Rumah Pelukis Raden Saleh dan Jadi RS Angkatan Laut Jepang

“Setuju lah jika sampah dikelola menjadi barokah,” katanya kepada Jurnal Soreang, Rabu, 5 Januari 2022.

Salah satu ketua komisi pada Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air-TKPSDA WS. Citarum yang akrab disapa Pak Yoga itu mengatakan, setidaknya, dalam kaidah 3R, bahkan 4R.

Kegiatan mendaur ulang itu menjadi berkah, karena jika sampah dikelola secara kaidah maka, lingkungan menjadi bersih.

dan tentu sehat jauh dari kemungkinan potensi penyakit sambil kita mengurangi produksi sampah dari rumah kita.

Baca Juga: Unik! Situs Kencan Ini Melayani Jomlo yang Ingin Punya Pasangan Berbadan Tinggi

Namun, kata Yoga, kalau ada slogan sampah sama dengan uang, atau sampah sama dengan emas, nanti dulu! Para penggali emas dari sampah ini sesungguhnya adalah para pengepul rongsokan dengan jaringan pasukan ‘tukang kindeuw’-nya.

“Merekalah yang mumpuni, memiliki ilmu, jaringan, mental dan kesabaran penambang sesungguhnya,” ujarnya.

Peran itu agaknya yang akan ditiru konsep bank sampah. Sama-sama hanya ‘concern’ dengan sampah yang memiliki nilai tukar atau bisa dijual. Terus bagaimana dengan sampah organik?

“Padahal komposisi sampah yang dihasilkan masyarakat agaknya masih tetap didominasi sampah organik, kendati perbandingannya semakin menipis dengan sampah non-organik, karena perubahan pola konsumsi, dan seterusnya,” tutur Yoga.

Baca Juga: Wow! Situs Kencan Ini Disediakan Khusus Bagi Mereka yang Menderita Penyakit Mental

Katanya, perlu dikaji juga jika pendekatan seperti ‘bank sampah’ ini bahkan pukul rata sampai ke kampung, wilayah-wilayah perdesaan yang kondisi latar belakangnya serta baseline kondisi persampahannya berbeda dengan di wilayah urban.

Yoga mengatakan, kegiatan inovasi kelompok masyarakat yang memanfaatkan sampah kemasan produk menjadi beragam produk kerajinan, sangat baik semata sebagai inspirasi, usaha maksimal masyarakat memakai ulang dan mendaur sampahnya.

Tapi, katanya, tidak ada kelompok pengrajin produk daur ulang seperti ini yang bertahan, menjadi usaha ekonomi warga yang berkelanjutan.

Selain itu, sangat tidak adil mendorong-dorong ibu-ibu atau kaum perempuan mengumpulkan sampah sisa kemasan produk sementara produser atau fabrikannya setiap saat melempar jutaan produk ke permukiman kita.

Baca Juga: Bukan Kane Tanaka, Ini Dia Sosok Orang Tertua di Dunia, Ternyata Berasal dari Indonesia, Berikut Faktanya

“Kita kok harus menyelesaikan persoalan yang menjadi tanggungjawab pihak industri. UU No 18 jelas memerintahkan para industri penghasil produk berkemasan plastik bertanggung jawab atas sampah kemasannya, bukan masyarakat yang sudah membeli produknya,” ujarnya. 

“Selain itu juga harus mengambil alih tanggung jawab si industri penghasilnya. Atau mereka harus mengganti bahan kemasannya menjadi bahan yang degradable, yang bisa busuk,” ujarnya lagi.

Tidak dipungkiri, di dalam sampah-sampah tertentu ada peluang-peluang, ada potensi ekonomi. Tetapi tidak semua orang memiliki sense mnelihat peluang itu di dalam sampah, apalagi memiliki keinginan dan kemampuan menggalinya.

Kampanye apa pun yang mendorong masyarakat memperlakukan sampah yang dihasilkannya secara baik sesuai kaidah ekologis, tentu tidak dimaksudkan mendorong semua masyarakat menjadi ‘penggali peluang atau potensi‘ itu.

Baca Juga: Waduh! Ternyata Ada Situs Kencan yang Khusus Buat Selingkuh, Wanita Harus Waspada

Ada masyarakat yang sudah memiliki kebiasaan memilah sampahnya ke dalam dua wadah: organik dan non-organik, dan diniatkan yang non-organik untuk para pemulung yang datang, agar lebih mudah mengambil sampah yang punya nilai ekonomi dan tidak harus mengais-ngaisnya lagi.

“Di Bojongbuah (Cilampeni, Katapang, Kabupaten Bandung, red.), layanan pengelolaan mandiri menerapkan kaidah 3R sudah berlangsung hampir 20 tahun, tidak dianjurkan konsep bank sampah, kalaupun ada sampah-sampah dari warga yang memiliki nilai ekonomi, diikhlaskan saja sebagai sodakoh tambahan bagi para pengelola,” tuturnya.

Dengan model ini, pengelola tetap punya semangat memilah dan sistem layanan berlangsung terus. Memilah sampah di rumah-rumah, sudah menjadi partisipasi masyarakat yang besar artinya bagi pengelolaan sampah.

“Mendorong agar setiap rumah tangga, tidak membuang sampahnya ke luar rumah, mungkin akan menjadi program yang sangat membantu, terutama untuk rumah tangga di pedesaan,” ujarnya.

Baca Juga: Simak! Ternyata Begini Awal Mula Berdirinya Situs Kencan Online, Perjalanannya Panjang

Sekali lagi, Yoga mengatakan bahwa harus ada sanksi kepada pihak industri, produsen berbagai komoditas cemilan, minuman, kopi yang masih memakai kemasan plastik.

Dan mereka terus-menerus melempar sampah tanpa tanggung jawab, sementara masyarakat didorong menyelesaikan tanggung jawab mereka atas nama kegiatan daur ulang sampah, circular ekknomi.

“Pemerinrah seharusnya adil, juga memberi sanksi tegas kepada industri. Jangan selalu masyarakat yang menanggung salah atau diterdakwakan,” ucapnya.***

Editor: Rustandi

Tags

Terkini

Terpopuler